Mohon tunggu...
Alda Gemellina
Alda Gemellina Mohon Tunggu... writer

A writer who frees herself in her imagination, explores infinite space and pours it out in a flow of feeling, along with every word arranged in a series of stories.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tidak dari Nol, Tapi dari Garis yang Ditentukan

28 Juli 2025   15:18 Diperbarui: 28 Juli 2025   15:18 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Quotes of privilege (sumber:https://pin.it/6LIbcNNiN)

Manusia tak dapat memilih di mana dan dari keluarga apa Ia dilahirkan. Ia juga tak dapat memilih akan mengenakan pakaian seperti apa saat hendak menyapa dunia. Semua terlahir sama tanpa sehelai benang yang menyelimuti. Semua telah disiapkan. Tinggal menikmati dan menjalani dunianya. Tentu setiap jiwa akan mengarungi kehidupan dengan situasi yang berbeda-beda. Satu hal yang membuatnya sama, semuanya diminta untuk berjuang dengan apa yang ada, dan apa yang dapat diusahakan untuk ada. Beberapa memulainya dengan berjalan, beberapa mungkin perlu mengendarai sendiri kendaraannya, beberapa bahkan mendapat privilese untuk duduk diam di kursi penumpang. Banyak orang berpikir memiliki sebuah privilese akan memudahkan perjalanan hidupnya. Namun benarkah demikian? Bagaimana jika seseorang justru berpikir bahwa privilese adalah sebuah kurungan yang membatasi upayanya dalam berjuang?

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan privilese sebagai hak istimewa. Lebih lengkap dalam Jurnal Ushuludin dan Filsafat El-waroqoh disebutkan bahwa privilese adalah perlakuan khusus yang dinikmati seseorang dalam lingkungan sosial karena faktor keluarga, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Dari pengertian tersebut, tak ayal jika privilese sering kali menjadi bentuk pemakluman dari keberhasilan seseorang yang mendapatkannya. Hal itu juga yang menjadikan privilese justru menjadi beban bagi seseorang dalam beberapa cara. Misalnya, privilese dapat membawa ekspektasi yang tinggi dari orang lain, sehingga seseorang yang mendapatkannya merasa ada tekanan untuk bisa memenuhi ekspektasi tersebut. Akan tetapi saat Ia mampu meraihnya, usahanya tidak dihargai dan selalu dipatahkan dengan perlakuan orang-orang di sekitarnya yang mewajarkan hal tersebut, karena privilese yang Ia miliki. Maka bukan tidak mungkin Ia akan tumbuh dengan membenci bahkan menghindari privilese tersebut, hanya agar orang lain dapat menghargai jerih payahnya.

Sejatinya Privilese sendiri tidak serta merta berkonotasi buruk atau baik, tapi cara seseorang memanfaatkannya yang menentukan. Privilese dalam kehidupan bagaikan sebuah perjalanan melalui medan yang berbeda-beda, dengan peta yang berbeda-beda untuk setiap orang. Beberapa orang memiliki peta yang lebih detail, dengan rute yang lebih jelas dan akses ke sumber daya yang lebih banyak. Sementara itu, orang lain mungkin memiliki peta yang kurang detail, dengan rute yang lebih sulit dan akses ke sumber daya yang terbatas. Perbedaan tersebut sekilas tampak sangat tidak adil. Berada di dunia yang sama, namun petanya berbeda. Akan tetapi pernahkah terpikir bahwa bisa jadi ada tuntutan tugas dan tanggung jawab tak terlihat yang mungkin juga berbeda. Jika perjalanan tersebut nantinya akan dinilai, bisa jadi kriteria penilaiannya pun tak akan sama untuk masing-masing pengguna peta. Oleh karena itulah fasilitas di dalam setiap peta dibuat bermacam-macam. Toh peta itu sendiri tidak menjamin keberhasilan, sebab masih ada faktor-faktor yang lain seperti kemampuan navigasi, dan ketabahan.

Begitu juga dalam kehidupan ini. Tak ada yang benar - benar diciptakan tanpa maksud dan tujuan. Apa yang dimiliki orang lain dan tidak dimiliki oleh sebagian lainnya, adalah karena garis hidup setiap manusia di dunia juga berbeda. Semua bergantung dari kekuatan diri setiap individu. Adanya privilese bukan berarti meniadakan perjuangan. Setiap orang memiliki perjalanan yang unik dan tak sama. Garis awal seseorang dengan privilese mungkin berbeda dengan mereka yang tidak mendapatkannya. Akan tetapi, terlepas dari titik mana seseorang memulai perjalanannya, nyatanya semua akan berhenti di garis akhirnya masing-masing. Menerima privilese bukan sekedar menerima sebuah keberuntungan, tapi juga sebagai kesempatan yang perlu dimanfaatkan dengan bijak. Barang kali Tuhan memang tidak memintanya dari nol. Cukup dari garis yang ditentukan, dengan apa yang Ia miliki. Sebab Tuhan tidak menilai panjang pendeknya perjalanan, tapi apa yang dilalui dan bagaimana seseorang melaluinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun