Mohon tunggu...
Alboin Samosir
Alboin Samosir Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Belajar dan Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Realita Sosial-Kemanusiaan di Balik Film Squid Game

20 Oktober 2021   01:01 Diperbarui: 20 Oktober 2021   10:45 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada permainan ketiga para pemain untuk membentuk kelompok sebanyak 10 orang, permainan yang dimainkan adalah permainan Tarik tambang, sebuah permainan yang sering dimainkan di Indonesia terlebih Ketika ada event17 agustus.

Seperti pada permainan sebelumnya akan ada yang gugur ditiap pertandingannya, hal yang sama pun terjadi di permainan ini, bedanya dalam permainan ini mereka yang kalah dalam Tarik tambang akan langsung terjatuh dari ketinggian.

Sekali lagi dalam permainan tarik tambang ini, kita diperlihatkan bagiaimana sesama manusia harus membunuh sesamanya. Kejadian inj mengingatkan saya pada sebuah kata-kata yang berasal dari Yunani kuno yang mengatakan, "Homo Homini Lupus" yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, sekaligus menegskan, "Belium Omnium Contra Omnes, yang berarti perang dari sesame melawan sesama.

Dalam permainan ini juga ditunjukkan bahwa ternyata permainan yang mematikan ini digunakan untuk menghibur segelintir orang yang menganggap kematian seseorang menjadi sesuatu yang menyenangkan. Mereka rela merogoh kocek dengan nominal yang luar biasa besar untuk menyenangkan hasaratnya. Tampak raut wajah bahagia dari para konglemerat ini melihat puluhan orang mati terkapar.

Di akhir permainan hanya tersisa dua orang, yakni Soeng Gi Hun dan Cho Sang Woo. Keduanya adalah dua sahabat yang sedari kecil sudah berteman, namun dengan latar belakang yang berbeda. Soeng Gi Hun hanyalah soerang frelance yang tingkat pendidikannya sangat rendah, sedangkan Cho Sang Woo adalah orang dengan latar belakang Pendidikan tinggi di universitas ternama. Namun, keduanya dihadapkan pada masalah yang sama yakni utang.

Sebagai penentu pemenang mereka memainkan squid game atau dalam permainan di Indonesia ini dikenal sebagai gobak sodor. Dilakukan diatas sepetak tanah, batas menang atau kalahnya ditentukan oleh gambar yang berbentuk cumi-cumi. Permainan ini dibagi dua yakni, penyerang dan bertahan. Penyerang dapat dikatakan menang apabila berhasil melintas ujung garis cumi-cumi tersebut. Sementara yang bertahan dapat dikatakan menang apabila berhasil mengeluarkan penyerang dari daerah tersebut.


Di tengah derasnya hujan diantara mereka berdua saling baku hantam satu sama lain, Soeng Gi Hun yang hamper terbunuh dapat membalikkan keadaan. Disaat akan memenangkan permainan Soeng Gi Hun memutuskan berputar arah dan meminta permainan dihentikan. Disaat dia ingin menolong Cho, ia menolak dan memutuskan untuk bunuh diri. Dengan berlinang air mata, Soeng Gi Hun akhirnya memenangkan permainan.

Soeng Gi Hun dikembalikan ke tempat biasa dia hidup. Setiba dirumah dia segera mencari ibunya, ternyata dia menemukan ibunya sudah meninggal dunia, sepertinya ibunya telah meninggal saat dia mengikuti permainan tersebut.

Setahun berselang, Soeng benar-benar tidak menggunakan uang tersebut, dia masih saja dihantui rasa bersalah dan merasa hidupnya tidak berguna, hingga dai bertemu dengan seorang tua yang bermain bersamanya yang ternyata sosok dibalik permainan mematikan tersebut.

Menurut si Kakek alasan dia melakukan permainan tersebut hilangnya rasa kemanusian terhadap sesamanya sembari menunjuk seorang mabuk dipinggir jalan yang akan kedinginan karena tidak akan yang menolang dia. Si kakek beranggapan manusia itu seperti kuda yang layak untuk dipertaruhkan. Manusia terlalu memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan banyak disekitarnya yang harus ditolong, maka dia menginisiasi permainan ini untuk menolong orang-orang yang susah.

Secara tidak langsung film ini ingin meneyampaikan kekayaan berlebih yang dimiliki oleh sesoerang melahirkan obsesi yang berlebihan, dengan kakayaan berlebih yang dimiliki para konglemerat ini mereka tak sungkan untuk menghabiskan uang banyak untuk melihat manusia saling membunuh satu sama lain, terlebih diantara mereka masih ada ikatan persaudaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun