Mohon tunggu...
Alboin Samosir
Alboin Samosir Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Belajar dan Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lonceng Kematian Gerakan Mahasiswa

17 Juni 2019   21:34 Diperbarui: 17 Juni 2019   22:15 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sejarah dunia adalah sejarah anak muda apabila anak muda mati rasa maka matilah sejarah sebuah bangsa," - Pramoedya Ananta Toer-

Jejak perjuangan bangsa Indonesia dimulai dari pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan selalu diwarnai oleh perjuangan kaum muda. Hal tersebut dapat kita buktikan melalui literasi-literasi dari berbagai sumber baik dari media cetak maupun media massa. 

Pun demikian dengan peradaban dunia, dibalik perubahan besarnya ada anak muda dibaliknya sebut saja Che Guavara dalam pembebasan Amerika latin, Antonio Gramsci melalui tulisannya menentang rezim Benito Mussolini, dan lain sebagainya. Maka, apa yang disebutkan oleh Pramoedya Ananta Toer diatas bukanlah isapan jempol belaka.

Seiring berjalannya waktu terbesit pertanyaan, bagaimana dengan gerakan kaum muda hari ini? yang kini sebagian dari mereka menjelma menjadi mahasiswa. 

Apabila kita ingin jujur, berkaca dengan situasi saat ini meminjam istilah Freidrich Nietzcshe, "Lonceng kematian" gerakan mahasiswa sudah terdengar menggema ke gendang telingan kita.  hal tersebut bukanlah tanpa alasan namun fakta-fakta yang dilapangan tak dapat kita tutupi. ijinkanlah penulis sampaikan beberapa alasan mengapa penulis mengatakan demikian. 

Pertama, tergerusnya Idealisme Mahasiswa.  suatu waktu salah satu tokoh revolusioner bangsa ini yang terkenal dengan slogannya, "Merdeka 100 persen", Tan Malaka pernah mengatakan," salah satu yang istimewa yang dimiliki anak muda yakni Idealisme." Dengan semangat itulah para pemuda turut serta menggoreskan tinta emas peradaban bangsa ini.  

Namun, faktanya hari ini semangat tersebut tak lagi kita warisi. perubahan zaman    dan perkembangan teknologi mengubah pola pikir kita menjadi individualis, apatis, dan cenderung hedon. tugas kita sebagai kontrol sosial kita lewatkan begitu saja, kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat sering kali habis di meja diskusi tanpa adanya perjuangan dan perlawanan.

Kedua, merasa tidak memiliki beban.  Hal ini memang terdengar sederhana namun begitulah adanya.  kegagalan kita mewarisi semangat perubahan  oleh para pendahulu kita berdampak pada abstainnya  mahasiswa dalam gerakan sosial.  gerakan masyarakat menolak pabrik semen di kendeng justru dipelopori oleh emak-emak, kasus di kulon progo juga digerakkan oleh LSM, perjuangan dalam pembebasan lahan di beberapa daerah juga minim partisipasi mahasiswa. Seharusnya mahasiswa sebagai pewaris perubahan bangsa ini hadir ditengah-tengah mereka sebagai motor gerakan dan pemeran utama didalamnya. 

Ketiga, glorifikasi masa lalu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian glorifikasi tidak dapat kita temukan. Namun, berdasarkan dari berbagai sumber Glorifikasi yakni, suatu tindakan atau aksi  yang terkesan melebih-lebihkan  sehingga segala sesuatunya tampak luar biasa, hebat, dan seolah-olah tak ada celah. 

Fenomena ini sering dialami oleh mahasiswa zaman sekarang, kita cenderung terjebak dalam kisah-kisah hebat mahasiswa era orde lama, orde baru,  maupun era reformasi.  Kisah-kisah heroik menjadi santapan di meja diskusi  selepas itu berakhir begitu saja  tanpa pernah berpikir menciptakan sejarah sendiri.  kita begitu bangga menceritakannya dan asik menarisakanya hingga lupa dengan mereka yang sangat membutuhkan kehadiran kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun