Mohon tunggu...
Alberto Nainggolan
Alberto Nainggolan Mohon Tunggu... Pelajar

Hidup bukanlah mengikuti Aliran, Namun membuat Arus kedepannya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

TPL dan Masyarakat Sihaporas Berkonflik, PGK PMKRI Pematangsiantar: HAM Kelompok Rentan Dicabuli

29 September 2025   15:49 Diperbarui: 29 September 2025   15:47 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PEMATANGSIANTAR-- PMKRI Cabang Pematangsiantar menilai konflik antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat Sihaporas di Kabupaten Simalungun telah menimbulkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Penegasan ini disampaikan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Pematangsiantar, Alberto Nainggolan, menyusul insiden penyerangan terhadap masyarakat Sihaporas pada Senin (22/9/2025).

Menurut Alberto, peristiwa tersebut menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap kelompok rentan. Ia mengatakan bahwa korban yang jatuh bukan hanya laki-laki dewasa, tetapi juga kelompok rentan. "Yang paling memprihatinkan adalah korban dari kelompok rentan seperti lansia, perempuan, dan penyandang disabilitas yang tidak berdaya menghadapi tindakan represif ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2025).

Alberto juga menegaskan bahwa sejumlah hak dasar masyarakat telah terlanggar. Ia menyebut antara lain Pasal 28A UUD 1945 tentang hak hidup, Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 mengenai hak perlindungan diri.

Selain itu, Alberto menyoroti penggunaan perisai dan pentungan security TPL . Ia menilai tindakan tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku. "Alat represif seperti perisai dan pentungan seharusnya hanya digunakan aparat penegak hukum terlatih. Penggunaan oleh security pribadi terhadap warga sipil, apalagi kelompok rentan, jelas melanggar Pasal 14 ayat (1) huruf a UU No. 2/2002 tentang Kepolisian," tegasnya.

Lebih jauh, Presidium Gerakan kemasyarakatan PMKRI Cabang Pematangsiantar menambahkan bahwa pelarangan ambulans masuk ke lokasi konflik semakin memperburuk keadaan. Ia menilai hal ini secara nyata melanggar hak atas pelayanan kesehatan. "Masyarakat Sihaporas yang membutuhkan pertolongan medis justru dihalangi, padahal keselamatan nyawa adalah hak yang tidak bisa ditawar," jelasnya.

Alberto menyebutkan bahwa kerugian yang dialami masyarakat Sihaporas meliputi perusakan fasilitas, intimidasi, hingga jatuhnya korban akibat penggunaan kekuatan berlebihan. Ia mengingatkan bahwa dampak psikologis juga tidak bisa diremehkan. "Trauma pada anak-anak, perempuan, disabilitas dan lansia akan berlangsung lama dan membutuhkan pemulihan khusus," katanya.

Dalam keterangannya, Alberto menilai konflik ini bukan sekadar persoalan lokal, tetapi juga menciderai amanat reformasi dan ketetapan nasional. Ia menegaskan bahwa 17 Amanat Reformasi menekankan pentingnya supremasi hukum dan penghentian kekerasan terhadap rakyat, sementara 8 Tap MPR tentang HAM mewajibkan negara menjamin perlindungan HAM tanpa diskriminasi. "Negara tidak boleh terus berpihak pada korporasi dengan mengorbankan masyarakat. Amanat reformasi dan ketetapan MPR jelas menuntut keberpihakan pada rakyat," ucapnya.

Tuntutan PMKRI Pematangsiantar

Sebagai sikap resmi, PMKRI Cabang Pematangsiantar menyampaikan tuntutan:

1. Menghentikan segera seluruh bentuk kekerasan terhadap masyarakat Sihaporas.

2. Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan(perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas) yang terdampak konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun