Mohon tunggu...
Alan Singkali
Alan Singkali Mohon Tunggu... -

aktifis Salemba 10

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Angin Perubahan Post-Millenial

1 Oktober 2017   15:10 Diperbarui: 18 Oktober 2017   09:38 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penegakan supremasi hukum dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih menjadi slogan-slogan yang selalu didengungkan pasca kemenangan reformasi di akhir millennium kemarin. Sadar akan pentingnya rekruitmen politik yang jujur dan adil serta berkualitas, maka dibukalah keran demokrasi modern di Indonesia. Pemilu 1999 adalah salah satu pemilu paling demokratis yang pernah dilakukan di Indonesia selain pemilihan umum tahun 1955 silam. 

Hal ini bukan hanya dihitung dari jumlah kuantitas partai politik yang ikut meramaikan hajatan tersebut, melainkan kehadiran dari ragam representasi masyarakat yang hampir telah mewakili seluruhnya. Pada pemilihan umum 1999 partisipasi pemilih mencapai 92,6 persen yang berarti tingkat kepercayaan masyarakat sangat tinggi. Kepercayaan ini didorong oleh sistem demokrasi yang baru-baru saja terbuka lebar serta harapan-harapan akan kehidupan yang lebih baik. 

Tantangan masa transisi sepanjang 5 tahun pasca reformasi, memang membuat Indonesia terhuyung. Konflik horizontal maupun vertikal, bahkan kisruh politik tak berhujung menambah keruwetan bernegara ini. Kembali kepercayaan rakyat menurun terhadap penyelenggaraan reformasi negara ini. Terlihat dari angka partisipasi pemilu 2004 yang turun hingga 84,1 persen dan jumlah golput naik sampai 15,9 persen.

Kehadiran sosok Susilo Bambang Yudhoyono dalam pilpres 2004 memancing apa yang disebut the silent majority untuk menggunakan hak pilihnya. Megawati yang sering tidak melibatkan SBY dalam rapat-rapat kabinet, menciptakan citra ketertindasan SBY. Kelompok silent majority dan pemilih pemula yang jumlahnya sangat besar ini akhirnya memenangkan pertarungan. Namun 10 tahun masa pemerintahan SBY ternyata juga tidak memperlihatkan perbaikan yang berarti. 

Malah jargon Partai Demokrat yang anti-korupsi dirusak oleh sebaris oknum elit partai yang justru berurusan dengan KPK. Rasio utang negara terhadap PDB memang menurun dari 47,3 persen di awal periode hingga 24,7 persen di tahun 2014. Namun nilai utang meningkat dari US$ 133,4 miliar menjadi US$ 209,7 miliar. Belum lagi seminggu sebelum Presiden SBY "turun tahta" masih sempatnya me-neken Perpres No. 51 tahun 2014 tentang Reklamasi Teluk Benoa (RTB). RTB ini hingga sekarang masih terus menuai polemik di tengah-tengah masyarakat Bali sendiri, walaupun Presiden Jokowi memberikan sinyalemen agar pembangunan harus sejalan dengan pelestarian lingkungan.

Kehadiran Presiden Joko Widodo kemudian memberikan warna yang kontras dengan kepemimpinan-kepemimpinan sebelumnya. Citra yang dekat dengan rakyat terus dipertahankan sehingga di masa ini begitu mudahnya menjumpai presiden dalam berbagai agenda. Keberanian Jokowi memperingati PT. Freeport tentang 3 syarat (pembangunan smelter, divestasi saham 51 persen bagi Indonesia, dan peningkatan penerimaan negara melalui pajak dan royalty) sebelum perpanjangan masa kontrak yang akan habis pada 2021 cukup diapresiasi. 

Raksasa korporasi yang selama ini menghisap kekayaan alam Papua ternyata tidak memberikan dampak ekonomi yang maksimal bagi bangsa Indonesia dan rakyat Papua itu sendiri. Namun perlu untuk terus-menerus mengontrol dan mengawal implementasinya.

The Day After Tomorrow

Film The Day After Tomorrow (2004) menggambarkan sebuah kehidupan baru pasca sebuah generasi habis lenyap setelah badai musim dingin yang luar biasa. Hal ini secara simbolik tergambar dalam proses peralihan generasi yang sedang terjadi di masa sekarang. Pemimpin muda hari ini merupakan harapan bangsa di masa yang akan datang. 

Hari ini sudah banyak anak-anak muda yang memegang kendali kepemimpinan pada berbagai lini. Mulai dari eksekutif dan legislatif, maupun korporat serta komunitas. Sebut saja Mochammad Nur Arifin (27 tahun) Wakil Bupati Trenggalek Jawa Timur, Ade Rezki Pratama (29 tahun) anggota DPR-RI Fraksi Gerindra, Alamanda Shantika Santoso (28 tahun) ex co-founder Gojek, bahkan Mark Zuckerberg (32 tahun) pemilik Facebook, dan masih banyak lagi. Generasi ini dikenal sebagai generasi Y atau generasi milenial yang rentang umurnya 23 - 37 tahun. Generasi ini ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keintiman terhadap komunikasi, media, dan teknologi digital. Hal ini berpotensi pada peningkatan produktifitas karena ditunjang dengan kemudahan-kemudahan dalam menjalankan aktivitas. 

Setelah generasi Y, muncullah generasi Z yang lahir dalam rentang pertengahan 1990-an sampai pertengahan 2000-an. Karakter mereka multitasking sehingga agak kurang fokus dan lebih cepat terjun ke dunia kerja, juga lebih individual sehingga cenderung lebih memiliki jiwa wirausaha. Selain itu lebih berpikiran global dan terbuka dibanding generasi milenial. Kelihatan pula minat mereka pada dunia sosial dan politik sangat tinggi. Harapan kita bahwa minat ini didorong oleh rasa peduli yang tinggi terhadap rakyat, bangsa dan negara, seperti fenomena politisi muda Tsamara Amany (PSI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun