Mohon tunggu...
A.L.A.Indonesia
A.L.A.Indonesia Mohon Tunggu... Dosen, Peneliti, Petualang, Penonton Sepakbola, Motivator, Pengusaha HERBAL -

"Jika KOMPASIANER tak punya nyali menuliskan kebenaran, ia tak ubahnya manusia tanpa ruh. Ia seperti mayat-mayat hidup. Catat! Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah. http://blasze.tk/G9TFIJ

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ini Bantahan Artikel "Kerupuk Bahan Bakar atau Makanan?"

14 Agustus 2015   14:52 Diperbarui: 14 Agustus 2015   19:19 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="kerupuk (Foto Dokpri)"][/caption]
Wow menakutkan, itulah kesan pertama saya ketika membaca judul artikel HL “Ngeri! Kerupuk Ini Bahan Bakar atau Makanan” yang ditulis oleh Kompasianer Ngesti Setyo Moerni. Bagaimana tidak, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online kata “ngeri” didefisikan sebagai “berasa takut atau khawatir karena melihat sesuatu yang menakutkan atau mengalami keadaan yang membahayakan”.

Jadi, dari membaca judulnya saja otak ini langsung menyimpulkan sendiri bahwa makan kerupuk sangat membahayakan, NGERI!. Apalagi ketika melihat gambar kerupuk dalam artikel, dimana kerupuk bisa terbakar dengan api yang menyala-nyala maka kesan mengerikan pun semakin menancap di dalam otak.

Apakah kesan yang saya tangkap juga ditangkap oleh kompasianer lainnya yang membaca artikel “Ngeri! Kerupuk Ini Bahan Bakar atau Makanan”. Dari beberapa komentar dalam artikel tersebut saya bisa menyimpulkan, YA. Bagi yang tidak memiliki informasi yang cukup tentang kerupuk boleh jadi akan berpendapat bahwa makan kerupuk memang mengerikan karena ternyata kerupuk bisa terbakar. Artinya, jika tidak hati-hati artikel Kompasianer Ngesti Setyo Moerni bisa menyesatkan. Untungnya, banyak kompasianer yang memiliki pemahaman yang hebat tentang kerupuk, sehingga banyak yang terserahkan.

Meskipun saya yakin Kompasianer Ngesti Setyo Moerni memiliki tujuan baik lewat artikel tersebut karena ingin mengedukasi pembacanya agar berhati-hati dalam memilih makanan. Apalagi jika dibaca lebih jernih, sebetulnya artikel tersebut lebih menyoroti masalah "kebersihan". Tapi sayangnya, jika dilihat dari judulnya yang bombastis, gambar kerupuk yang dibakar dan isi artikel serta dimuat di kanal kesehatan, sepertinya ada unsur “kecerobohan” yang dapat merugikan produsen, pedagang dan masyarakat pecinta kerupuk.

Kasus hebohnya kerupuk yang bisa terbakar ini hampir mirip dengan kasus nata de coco yang sempat heboh karena menggunakan pupuk ZA sebagai bahan bakunya. Tentu saja dalam benak masyarakat pupuk ZA sangat berbahaya jika digunakan untuk makanan. Bak bola salju, informasi sesat terkait nata de coco pun bergulir cepat sehingga merugikan produsen, pedagang dan masyarakat pecinta nata de coco.

Padahal hasil kajian ilmiah dan telah dibuktikan selama bertahun-tahun oleh banyak ilmuwan dalam dan luar negeri, diketahui bahwa pupuk ZA yang dalam bahasa kimianya disebut Ammonium Sulfat dengan rumus kimia ((NH4)2SO4) merupakan bahan makanan bagi bakteri Acetobacter xyllinum untuk memproduksi serat nata de coco. Selanjutnya, nata dipanen, dipotong kecil-kecil berbentuk kubus lalu dicuci dengan air bersih sehingga tidak ada lagi pupuk ZA yang tersisa. Setelah bersih, nata kemudian direbus lalu airnya dibuang (dilakukan sebanyak 2-3 kali) hingga natanya berasa tawar. Jadi, sangat jelas bahwa ZA tersebut bukanlah bagian dari nata de coco yang telah diolah tapi hanya merupakan suplemen untuk makanan bakteri Acetobacter xyllinum. US Food and Drug Administration (FDA) telah memasukkan ZA ke dalam daftar zat tambahan pangan aman (Generally Recognized As Safe (GRAS)) yang ditambahkan langsung ke dalam makanan. Dan BPOM sebagai badan pemerintah yang bertugas mengawasi makanan dan minuman juga menyatakan bahwa nata de coco aman untuk dikonsumsi.

Setelah masyarakat tercerahkan bahwa nata de coco aman untuk dikonsumsi, kini kehebohan baru muncul terkait kerupuk yang bisa terbakar. Lagi-lagi isu kerupuk yang terbakar ini pun hanya dilandasi kekurangan informasi yang dapat mengakibatkan kerugian produsen, pedagang dan konsumen.

Kompasiana Jangan Menjadi Media “Pembunuh”

Sudah berkali-kali terjadi bahwa Kompasiana sebagai media warga digunakan untuk membunuh karir seseorang. Lihat saja kasus Anggito Abimanyu yang harus rela lengser dari jabatannya sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Kemenag gara-gara tulisan Kompasianer Penulis UGM yang membongkar praktek plagiat. Selain terpaksa lengser dari Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Anggito pun harus mengundurkan diri dari UGM. Dan kasus yang tak kalah serunya adalah pembunuhan karir Ketua KPK, Abraham Samad yang terpaksa lengser karena tulisan Kompasianer Sawito Kartowibowo yang membongkor praktek kongkalikong antara Abraham Samad dengan elit-elit PDIP.

Dengan kedua fakta tersebut dapat diketahui bahwa Kompasiana telah menjelma menjadi media “pembunuh” yang lebih dahsyat dibandingkan media mainstream.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun