Mohon tunggu...
Alaek Mukhyiddin
Alaek Mukhyiddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis Ahlusunnah Wal Jamaah

adalah penggagas Jam'iyah sastra di pondok pesantren Sidogiri, sekaligus menjadi ketua perdananya. saat ini menjabat sebagai pemimpin Redaksi Majalah Nasyith. ia juga aktif sebagai aktivis ahlusunah wal jamaah dan menjabat sebagai anggota tim fatwa Annajah Center Sidogiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Terakhir di Pesantren

2 Agustus 2020   19:47 Diperbarui: 2 Agustus 2020   19:43 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, terdengar teriakan massa dari luar masjid. Sontak aku menoleh ke belakang. Terlihat olehku se-kumpulan orang memegang ber-aneka ragam benda keras di tangan mereka.

" Bukankah itu gus Abduh? Sebenarnya apa yang beliau lakukan?" batinku.

Gus Abduh tampak berdiri menghadap  kerumunan orang di depan masjid.

" Saya telah mendapat ketidak adilan di dalam pembagian warisan. Sekarang ini memang banyak kaum feodal yang bersembunyi di balik topeng agama. Termasuk si Shabirin. Sebenarnya dia ingin menjadi tuan tanah yang kaya raya dengan memanfaatkan pesantrennya itu." Gus Abduh teriak berapi-api.

Gerombolan itu ikut berteriak.

" singkirkan Kyai munafik! Singkirkan penghianat tali persaudaraan." Gerombolan itu mulai mengepalkan tinju ke udara.

Aku juga para santri lainnya dibuat bingung dengan kejadian itu. Aku tidak mengerti apa yang Gus Abduh bicarakan. Bukankah lebih kalau beliau berpidato masalah agama, sebagaimana Kyai Shabirin. Sepertinya ujaran kebencian yang beliau ucapkan. Ada apa ini?

Kyai Shabirin yang mengetahui itu segera menghampiri kakaknya, namun tak sempat sampai, beliau langsung dibekuk tangannya oleh dua orang yang tak ku kenal. Mungkin teman dari Gus Abduh. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena gerombolan itu akan mengacungkan balok kayu, saat kami melangkah maju.

" Apa-apaan ini kak? " beliau berusaha memberontak sekuat tenaga, tapi sia-sia.

" Itu hukuman karena kau telah menghasut abah. Kau sengaja mengambil hati abah, supaya dapat menguasai ladang." Sahutnya dengan disambung gelak tawa.

Hatiku merasa terbakar saat melihat Kyai Shabirin digelandang ke ladang sawah, layaknya binatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun