Mohon tunggu...
Akmal Biandra
Akmal Biandra Mohon Tunggu... -

MAnusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Masturbasi Ala Mahkamah Konstitusi

13 Februari 2014   23:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar mengejutkan baru saja kita dengar dari Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) yang megah, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (13/2). Bunyi putusan dari gedung dengan 9 pilar kokoh di tampak depan, yang dibangun dengan anggaran 300 Miliar rupiah ini adalah: "MK membatalkan seluruh pasal yang ada di dalam UU No 4 Tahun 2014 tentang Mahkamah Konstitusi."

Lantas apa reaksi pemerintah? Meski hingga tulisan ini dibuat belum ada satu pun pernyataan resmi, tapi mudah ditebak. Pemerintah akan menerima keputusan MK ini. Alasannya sederhana; Ini adalah bentuk penghormatan pemerintah pada prinsip negara hukum.

Tapi tak ayal, menurut sumber terpercaya dari telik sandi di pemerintahan, Presiden SBY malam ini (13/2) menggelar rapat terbatas di Kantor Presiden, untuk membahas keputusan MK yang sangat kontroversial tersebut.

Mengapa kontroversial?

MK dibentuk sebagai ekses dari perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan modern yang muncul pada abad ke-20 ini. Dalam perkembangannya, ide pembentukan MK dilandasi upaya serius memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan semangat penegakan konstitusi. Sebab, semua bentuk penyimpangan, baik oleh pemegang kekuasaan maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, merupakan wujud nyata pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat.

Intinya, MK dibentuk dengan tujuan luhur, untuk melayani rakyat, dengan memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga Negara.

Di sisi lain, dengan dibatalkannya UU No. 4 Tahun 2014 tentang MK, maka secara akademik kita perlu menyayangkan putusan yang menolak: pengawasan, sistem rekrutmen yg lebih baik dan syarat hakim yang juga lebih baik.

Belum lagi, khusus untuk pembatalan syarat hakim konstitusi bukan anggota parpol 7 tahun sebelum menjadi calon hakim MK, ada inkonsistensi atas sikap MK. Karena dalam putusan yg lain, MK mensyaratkan independensi KPU dan Bawaslu harus lebih kuat, dengan syarat tidak menjadi anggota parpol 5 tahun sebelum dicalonkan.

Eksesnya, dengan pembatalan UU No. 4 Tahun 2014 ini, maka tidak hanya kredibilitas MK yang dipertaruhkan, tetapi juga sengketa hasil pemilu 2014 yang menjadi kewenangan MK untuk mengadilinya.

Dus, keputusan pembatalan ini merupakan bentuk pemuasan diri MK terhadap dirinya sendiri, bukan untuk rakyat, sebagaimana yang diamanatkan dalam tujuan pembentukan MK itu sendiri.

Jika demikian, apa yang bisa kita harapkan dari MK?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun