Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kode Etik Mengkritik Dalam Islam

13 Januari 2023   09:55 Diperbarui: 13 Januari 2023   10:14 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kritik adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Kritik sangat dibutuhkan untuk membangun peradaban politik yang produktif, deliberatif dan berpihak pada rakyat. Tanpa adanya kritik, kesalahan dalam sebuah kebijakan akan sulit mengalami perbaikan dan pembaruan. Bahkan, di Indonesia, kebebasan menyampaikan pendapat atau kritik itu telah diklasifikasikan sebagai bagian dari hak asasi setiap warga negara yang dijamin dalam UUD 1945.

 Keberadaan kritik publik seharusnya menjadikan sebuah kebijakan publik lebih matang dan sempurna. Sebab, pada esensinya, mengkritik adalah menganalisa dan membaca kebolongan sebuah kebijakan untuk kemudian diperbarui dan diperbaiki menjadi kebijakan publik yang lebih baik dan sempurna. 

Namun kebebasan berpendapat menyampaikan kritik kepada pemerintah seringkali keluar dari esensi sebenarnya karena isu-isu politik seringkali ditunggangi oleh kelompok radikal. Jadi kritik yang dilontarkan hanya berisi narasi kebencian terhadap negara, caci maki, dan hasutan untuk membangun public ditrust dengan pembangkangan sosial.

Perlu kita ketahui bagaimana kode etik dalam menyampaikan kritik dalam Islam sebagaimana dilansir dari muslim.or.id agar kita tidak tertipu oleh perangkap kelompok radikal dan dan masuk kedalam perangkapnya. Ikhlas dalam mengkritik dan membantah. Setiap muslim wajib mengharapkan Wajah Allah ta'ala dalam kritikan dan bantahan yang dilakukannya, dia tidak boleh melancarkan kritikan dan bantahan dengan tujuan menonjolkan diri, mencari popularitas, dan membalas dendam. 

Bantahan harus ditopang diatas ilmu. Kritikus harus mengetahui letak kesalahan dari pihak yang akan dibantah. Dia harus tahu kandungan-kandungan perkataan pihak yang dibantah yang bertentangan dengan nash-nash syari'at sehingga dirinya tidak mengingkari sesuatu yang ma'ruf dan malah membenarkan kemungkaran, menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.

Adil. Ketahuilah, kritik dan bantahan merupakan vonis hukum terhadap seseorang dan Allah telah mengingatkan hal ini dalam Surat An Nisa : 58. Oleh karena itu, seorang kritikus tidak boleh berbuat zhalim, melampaui batas, menuduh, dan memaknai perkataan dengan makna yang tidak dimaksud oleh pihak yang dibantah.

Berhusnudzon tapi tetap kritis. Husnudzon tersebut tidak kebablasan sehingga kita menganggap setiap kebatilan diperbolehkan. Sebaliknya, tidak boleh bersuudzon sehingga memahami perkataan pihak yang dibantah dengan makna terburuk. Namun, hendaknya bersikap moderat diantara kedua hal tersebut. Hal ini membutuhkan ketelitian. Oleh karenanya, siapa yang tidak mampu menguasainya dengan baik, hendaknya dia menyerahkan hal ini kepada ahlinya.

Lembut dan santun. Kelembutan dan kesantunan di setiap perkara akan menghiasi dan memudahkan. Namun beberapa kondisi dan untuk beberapa orang, kita perlu sikap tegas sebagaimana yang dipraktekkan ulama salaf. Akan tetapi, bersikap lembut adalah hukum asal dalam membantah dan mengritik, apalagi pihak yang dibantah merupakan seorang tokoh yang memiliki pengikut, atau memiliki peluang besar untuk rujuk kepada kebenaran. Seperti dalam Firman Allah Surat Thaha : 44.

Hanya menghukumi perkataan dan perbuatan lahiriah; tidak masuk ke ranah batin dan niat yang tersembunyi karena hal itu hanya diketahui oleh Allah semata. Hal ini sangat penting diperhatikan karena sering dilalaikan. Acapkali ditemukan ikhwan yang berlebih-lebihan dalam membantah ahli bid'ah sehingga mendorong dirinya untuk memvonis batin ahli bid'ah tersebut.

Boleh membantah secara tersembunyi atau terang-terangan, sesuai kondisi. Seorang kritikus perlu bersikap hikmah, sehingga dia mampu menempuh metode yang paling tepat sesuai kondisi pihak yang dikritik. Jika kesalahan tersebut dipublikasikan secara luas, maka pada kondisi demikian bantahan dapat dilancarkan dengan terang-terangan. Namun, apabila kesalahan tersebut bersifat personal, maka hendaknya pengritik membantah dan mengingatkannya empat mata, tanpa perlu dipublikasikan.

Tidak berpegang pada berbagai syarat dan kaidah yang tidak berdalil. Sebagian orang berpendapat bahwa setiap orang yang salah, maka setiap perkataannya tidak boleh diterima dan didengarkan, meski perkataannya itu benar dan berdalilkan ayat Al Quran dengan istidlal (pendalilan) yang benar. Sebagian lagi berpandangan dalam mengritik, jangan hanya membeberkan kesalahan tapi juga harus menyebutkan kebaikan sehingga bisa bersikap muwazanah (seimbang). Lainnya mengatakan jangan ingkari sebelum dinasehati terlebih dahulu.Semua pandangan di atas, meski terlihat baik, namun tidak tepat, karena setiap kebenaran patut diterima dan didengar, sedangkan setiap kebatilan patut dibantah, siapapun orangnya. Tidak ada pihak yang terbebas dari kritikan dan bantahan setelah para nabi dan rasul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun