Dipopulerkan oleh presiden pertama negara kita yakni Ir. Soekarno, Songkok secara tidak langsung adalah "Nasionalis yang tidak tertulis". Eksistensinya adalah sebagai Mahkotanya Pemimpin di Indonesia. Sejarah mencatat songkok/lebih khususnya lagi yang berwarna hitam dari kain beludru ini di usung kepada kalangan intelektual pertama kali bukan oleh Ir. Soekarno melainkan gurunya yakni Tjipto Mangun Kusumo.
Dilansir dari id.berita.yahoo.com sebuah artikel berjudul Nasionalisme Peci,
Pada 1913, rapat SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di Den Haag mengundang tiga politisi, yang kebetulan lagi menjalani pengasingan di Negeri Belanda: Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.
Ketiga tokoh politisi ini membawa Identitasnya masing-masing, di antara itu Tjipto Mangun Kusumo hadir dengan gagahnya mengenakan songkok berwarna hitam yang berbentuk lonjong terbuat dari kain beludru, tampaknya Ir. Soekarno mengikuti jejak gurunya itu.
Songkok hitam saat ini dipakai untuk banyak kalangan baik muslim maupun non-muslim maka dewasa ini seseorang yang memakai Songkok Hitam belum tentu dia adalah seorang muslim.
تستتسنصنمصصوةستصوصصننصصنسنصتص
Peci tak lagi menjadi tanda kemusliman dan kesalehan seseorang. Kini, ia menjadi busana formal.
(Historia - Hendri F. Isnaeni)
Songkok memang bukan busananya orang Islam tetapi Songkok merupakan Identitas dari negara Indonesia yang dipopulerkan oleh Ir. Soekarno sebagai bentuk Mahkota yang dipakai dikalangan pemimpin terhormat bangsa Indonesia.
Eksistensinya di kalangan pemimpin sangat populer, bahkan kita tahu sendiri di kelas-kelas sekolahan terdapat 2 foto disamping kanan dan kiri gambar garuda pancasila yang merupakan foto Presiden dan wakilnya yang tidak pernah melepas songkoknya. Meskipun nanti berganti Wakil Presiden bahkan Presiden songkok akan tetap hadir sebagai Mahkotanya.
Eksistensi songkok hitam dari masa ke masa semakin populer bukan hanya di kalangan pemimpin negara saja melainkan juga semakin merambah ke masyarakat pada umumnya. Di lingkungan pondok pesantren salafi khususnya yang berada di daerah tanah Jawa sangat umum sekali dijumpai para santri memakai songkok hitam. Tetapi perlu di garis bawahi bahwa warnanya yang hitam, bukan semena-mena mengisyaratkan kemistisan atau kejahatan, tetapi mengisyaratkan kekokohan, kekuatan, dan sebuah bentuk pengakuan sebagai mawas diri bahwa pemakainya Tawadhu' karena warnanya yang hitam ini adalah bentuk mengakui kesalahan karena sejatinya tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat kesalahan.