Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rekor Liga Inggris Setelah Tiga Pekan

27 Agustus 2019   18:56 Diperbarui: 27 Agustus 2019   19:01 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Free Kick Sensasional Harry Wilson (Sumber: www.walesonline.co.uk)

Kejutan apalagi yang bisa kita saksikan? Kita tidak bisa mengelak dari pertanyaan tersebut setiap musim baru kompetisi sepak bola Eropa akan bergulir. Selalu menarik bagi setiap manusia untuk memprediksi apa yang akan terjadi, terlebih memprediksi hal-hal yang luput dari prediksi kebanyakan pengamat. Liga Inggris akan bergulir tiga pekan lalu, dilanjutkan liga-liga lainnya.

Baru tiga pekan, Liga Inggris telah mempertontonkan hal yang tidak pernah terjadi dalam sejarah sejak format liga berubah tahun 1991. Hanya dua tim dari keseluruhan peserta yang belum pernah meraih kemenangan. Ingat, sekali lagi ini baru pekan ketiga. 

Menurut catatan Opta, hal tersebut terakhir terjadi pada musim 1955-1956. Jika melihat dari raihan poin, catatan bahwa lebih dari 18 tim telah mengantongi minimal 3 poin terakhir terjadi pada tahun 1981-1982. 

Hanya Wolves dan Watford yang belum mencicipi kemenangan. Mengingat pekan selanjutnya Watford akan berhadapan dengan Newcastle dan Wolves akan dijamu Everton, akansangat menarik jika keduanya berhasil mendulang angka penuh, pekan keempat dan kesemua tim telah mencicipi kemenangan.

Menilik liga besar Eropa, hanya Serie A yang tidak mengawalinya dengan gebrakan. Ajax memulai kampanye dengan susah payah menahan imbang Vitesse. Penguasa Jerman, Bayern harus puas dengan raihan imbang dengan Hertha Berlin. 

Di Prancis, PSG langsung tumbang oleh tim yang diperkuat bocah 16 tahun Eduardo Camavinga, Rennes. Manchester Biru dengan segala dominasinya juga harus rela kemenangannya digagalkan oleh VAR saat menjamu Tottenham. Praktis, hanya Juventus yang masih hoki dengan mengais sebiji gol saat jumpa Parma.

Jadi apa artinya semua ini? 

Terlalu awal untuk memprediksi kejutan lebih lanjut, seperti terakhir kali Leicester melakukan di Inggris. Namun, bukankah kita menyukainya? Jawaban paling sederhana dari arti semuanya adalah kekuatan sepakbola telah merata. Minimal kita bisa menyaksikan klub yang tengah dilanda banyak masalah seperti Newcastle, dapat menjungkalkan unggulan dan juga runner up Liga Champions tahun kemarin, Tottenham. Cristal Palace menegakkan dada di kandang Setan Merah hanya berselang enam hari setelah mereka hancur oleh tim promosi Sheffield.

Setidaknya kompetisi di Inggris berjalan lebih ketat, tentu kita berharap juga di liga lainnya. Piring kompetisi terisi penuh dengan hidangan yang siap memanjakan lidah penikmatnya. 

Jika biasanya lauk berdiri di pojokan piring sebagai mahkota hidangan, sekarang semua piring seolah berisi lauk pauk. Tercampur dan susah memilah, memprediksi mana yang lebih enak (dominan) serta mana yang harus kita abaikan untuk tidak kita konsumsi. Prediksi menjadi kacau, lagi pula, bukankah kita juga menyukai prediksi akan gagalnya prediksi?

Masalahnya - jika itu masalah -- jauh lebih rumit dari yang terlihat. Mari kita lihat di papan atas, paling atas. Tepat! Ada dua kuda pacuan yang sejak musim lalu belum berhenti berkejaran. 

Memang masih sangat awal jika hanya berkaca pada tiga pertandingan, tapi rasanya seolah-olah Liverpool dan Manchester City sekali lagi akan bermain di liga mini untuk diri mereka sendiri. Karena memang mereka semakin cemerlang dan yang lainnya masih sibuk tambal sulam dengan masalahnya masing-masing.

Kemenangan Liverpool atas Arsenal merupakan yang ke 12 beruntun di Liga, jika dihitung mulai musim lalu. Sedangkan City terus mengemas poin, mereka hanya kehilangan 2 poin dari total 51 poin dari 17 pertandingan terakhir mereka di Liga. 

Noda Manchester Biru hanya pada pekan pembuka, itupun karena VAR. Statistik tembakan mereka 30 dibanding Spurs yang hanya 3 kali. Bedanya, kedua kuda pacu terlihat sedang berbaik hati membuka jala gawangnya di awal musim ini. 

Liverpool yang harus mengandalkan Adrian terus saja kebobolan di setiap laga. City, yang sempat cleansheet di pekan kedua, harus takluk oleh tendangan bebas brilian Harry Wilson. Itu juga kali ketiga Ederson memungut bola dari gawangnya. Tentu statistik tersebut adalah kabar baik bagi siapapun yang ingin berada pada pacuan juara. 

Tapi kabar buruknya adalah keduanya juga sangat rajin membobol gawa lawan, The Reds memiliki rerata 3 gol per pertandingan, pasukan Pep lebih ganas lagi, karena mereka telah melesakkan 10 gol. Namun jika kita mau serius, catatan tersebut tidak lebih baik dari catatan keduanya musim lalu.

Menanti gangguan empat tim

Ada istilah big six dalam beberapa tahun pagelaran Liga Premier. Mampukah empat tim lainnya menetapkan standar sama seperti Liverpool dan City? Minimal memangkas jarak antara peringkat ketiga dengan runner up. Musim lalu, jarak antara kandidat juara dengan peringkat ketiga, Chelsea, cukup mengkhawatirkan. 25 poin. 

Awalnya Spurs dinilai cukup menjanjikan mengingat tidak melakukan perombakan skuad, namun mereka telah kehilangan 5 poin. Statistik yang mirip dengan tiga musim terakhir. Arsenal masih butuh banyak adaptasi bukan hanya dengan skema Emery, namun juga adaptasi antar pemain. Manchester United, ah, sudahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun