Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Debat Politik Online, Medan Baku Hantam Keyboard Warrior

29 Maret 2019   12:21 Diperbarui: 29 Maret 2019   22:56 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari eezzer.com

Ada banyak pilihan saat kita merasa terganggu dengan pendapat berbeda di laman internet. Meninggalkannya atau memberikan respon dengan membuka perdebatan. Jika pilihan kedua yang anda pilih, anda mungkin sedang masuk vortex dan mendaftarkan diri anda menjadi keyboard warrior. 

Tidak sedikit dari kita yang berharap kontestasi pemilihan presiden 2019 segera berakhir. Alasannya beragam, yang paling sederhana adalah males melihat baku hantam di beranda media sosial. Bahkan meme terbaru yang viral menyentilnya dengan teman lama bertemu kembali di FB, akrab melalui twitter, berbagi di instagram, intens di WA dan berpisah kembali gegara pilpres. Satire, namun kenyataannya begitu dan ini cukup menyedihkan.

Makhluk apakah yang menyukai debat politik online?

Internet adalah semesta, media sosial adalah belantara dan kolom komentar berita adalah medan pertempuan. Saat memasuki belantara dan medan pertempuran, kita mungkin menemukan ksatria (akun) dengan fisik (komentar/ide) dan jurus (data) yang mumpuni, namun hal tersebut belum tentu menjadi jaminan kemenangan di hadapan prajurit lemah (netijen pada umumnya). Mengapa demikian?

Sebuah penelitian psikologi tahun 2019 menyatakan bahwa mereka yang terjun dalam pertempuran (debat) merupakan jenis orang-orang yang tidak peduli dengan pikiran orang lain. 

Internet warrior atau keyboard warrior adalah sebutan untuk jenis ini. Pasukan internet yang memburu semua yang berbeda pendapat dengannya. Jangan berbicara tentang pertukaran ide, itu terlalu jauh. Tidak membaca dan memproduksi kata-kata kasar dan umpatan kotor saja sudah untung.

Jauh sebelum berdebat, pertanyaannya adalah mengapa banyak orang yang suka baku hantam di internet? Oliver Burkeman (2017) dalam sebuah opininya di Guardian menyatakan hal tersebut sebagai fenomena vortex. Vortex disebutnya sebagai pusaran air psikologis yang menyedot manusia setiap kali membuka laman di media sosial.

Awalnya tarikan vortex lembut, semacam bisikan dan iming-iming untuk sekadar tidak tertinggal kabar terbaru (news). Satu dua klik membentuk jaring algoritma yang kemudian menarik lebih kuat, bisikannya menjadi 'waktunya bersenang-senang dalam medsos'. Sampai akhirnya bisikan itu semakin kuat saat kita bertemu akun-akun yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Itulah awal mula baku hantam, awal mula lahirnya keyboard warrior. Saat laman medsos memberitahukan beberapa teman memberikan komentar pada berita-berita politik, saat itulah kita melihat pasukan ini.

Apakah yang kamu lakukan jika menemukan pendapat berbeda di laman internet? (Ilustrasi gambar dari www.bfm.my)
Apakah yang kamu lakukan jika menemukan pendapat berbeda di laman internet? (Ilustrasi gambar dari www.bfm.my)

Mengapa kita menyukai baku hantam online? 

Saat orang berselancar di internet, mereka mulai membangun identitas online. Sayangnya internet adalah ruang komunal, ia pribadi namun juga sekaligus milik publik. 

Saat memiliki akun media sosial (IG, Twitter, FB dll) misalnya, kita bebas mengedit, memermak dan menggunakannya, namun secara langsung orang lain --bahkan yang tidak kita kenal- boleh melihat, memberikan komentar dan bahkan mencurahkan perasaannya. Artinya, internet adalah ruang yang akan terus menerus diperebutkan, semua bisa memilikinya.

Suler, seorang ahli cyberpsychology Rider University New Jersey mengatakan fenomena perebutan ruang komunal sebagai 'disinhibisi online'. Kondisi yang membuat seseorang melakukan segalanya untuk merebut ruang komunal tersebut. Seseorang pecundang mencitrakan dirinya menjadi pemenang, seorang penakut menjadi seorang ganas, seorang amatir mengubah dirinya menjadi ahli.

Mengapa demikian? Suler menyebut ketidakhadiran fisik menciptakan rasa aman bagi banyak orang untuk melepaskan hal-hal yang dalam kenyataannya tidak dapat dilakukan. 

Tanpa melihat raut muka, gerakan tubuh, mendengar intonasi suara, tarikan nafas dan bahasa non-verbal lainnya menjadikan seseorang tidak berpikir dua kali untuk melakukan hal-hal penuh risiko. Jadi, jangan heran kan melihat seorang yang pendiam dalam forum namun beringas saat memberikan komentar di media sosial?

Tapi, mengapa politik menjadi medan baku hantam online favorit?

Sebuah penelitian di Stanford yang dipimpin oleh Shanto Iyegar menemukan fakta menarik mengapa politik begitu menarik untuk diperdebatkan secara online? 

Penelitian yang dipublikasikan di Uropean Journal of Political Research tahun 2017 tersebut menyebut identitas politik yang dibangun seseorang lebih kuat dibandingkan ikatan ras, etnis dan agama. Iyegar menyebut fenomena identitas politik tersebut bukan hanya terjadi di Amerika, namun juga terjadi di negara yang menganut demokrasi lainnya.

Itulah mengapa perdebatan politik online lebih sengit dibandingkan dengan perdebatan tema lainnya. Kalau tidak percaya, silahkan tengok baku hantam dalam kolom komentar berita. Ini bukan hanya terjadi pada berita tema politik, tema apapun akan dikaitkan dengan isu politik terbaru.

Mengapa demikian? Iyegar menyebut identitas politik seseorang dibentuk secara sadar dan mandiri, berbeda dengan identitas ras, etnis maupun agama yang kebayakan diperoleh seseorang sejak dari lahir atau sejak dari kecil di lingkungan keluarga. 

Karena identitas politik merupakan keputusan yang disengaja oleh seseorang, sehingga dipandang lebih mencerminkan dirinya dibandingkan identitas yang bersifat 'warisan' seperti ras, etnis dan agama. Mudahnya begini, manakah yang paling anda lindungi apakah sesuatu yang anda dapatkan dari orang atau sesuatu yang anda dapatkan dari usaha diri sendiri?

Di sisi lain, identitas bawaan tidak menarik untuk diperdebatkan. Karena ada batas-batas etika yang disepakati bahwa ras, etnis dan agama dinilai sejajar dan tidak bisa diperdebatkan dan dimenang-kalahkan. Politik memang untuk dimenangkan, itulah mengapa keyboard warrior melakukan apapun untuk memenangkan perkelahian. Apalagi jika tokoh politik mempratikkan hal tersebut secara vulgar.

Suatu hal yang melegitimasi netijen unyu sekalipun untuk melakukan hal-hal brutal nan diskriminatif terhadap siapapun yang dianggap lawan politiknya. Sayangnya seringkali mereka hanya menganggap, hanya menduga menurut apa yang mereka inginkan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun