Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenal dan Manakar Dosis Optimisme untuk Solskjaer

31 Desember 2018   15:02 Diperbarui: 31 Desember 2018   15:41 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari independent.co.uk

Saya juga tidak menyangka setelah seharian beraktifitas, sesaat setelah sembayang ashar tetiba jariku membuka facebook dan menemukan beberapa teman di FB mengucapkan selamat. Tanggal 18 Desember memang bukan ulang tahunku, bukan juga ulang tahun istri, anak atau orangtua. Lagian saya tidak memiliki tradisi perayaan ulang tahun (bukan karena disebut haram dan takut kena auto kafir). 

Beberapa teman yang mengucapkan selamat, bahwa hari itu --bahkan saya sendiri tidak mengetahuinya- media dan media sosial ramai memperbincangkan pemecatan Jos Mrio dos Santos Mourinho Flix (panjang banget ya namanay Mourinho) dari Manchester United. Tidak semua teman tahu, bahwa sejak 27 Mei 2016 saya telah beikrar untuk cuti mendukung MU meskipun tetap mencintainya. Saya lebih memilih sabar menunggu kabar pemecatan Mourinho untuk kembali menuangkan cinta kepada MU secara kaffah.

Salah satu teman bahkan menyindir saya lewat tulisan dan mempertanyakan model cinta yang saya miliki kepada MU. Dia membandingkan kisah cintanya dengan Juventus yang tidak pernah putus walaupun degradasi di Serie B Italia. Bro, cinta tidak akan pernah sama kan? Cieee. Saya tetap mencintai MU namun tidak mendukungnya untuk berprestasi, karena sosok pelatihnya. Ibarat kata, mungkin polemik cinta saya waktu itu seperti cowok yang menunggu gebetannya putus dari pacaranya. Daaan cinta itu bersemi kembali dan berbunga-bunga ketika mendengar Ole Gunnar Solskjaer dipilih sebagai pelatih sementara. Sudah, sudah malah bahas cinta!

Era Baru MU?

Apa yang saya rasakan sepertinya menjadi euforia Manchunian di seluruh penjuru dunia. Perasaan lega bahwa sang pujaan telah berada pada tangan baru. Apalagi tangan tersebut adalah pahlawan kita bersama tahun 99. Andai saja MU melanjutkan tren buruknya (dan bahkan degradasi sekalipun) saya akan legowo. Lebih terhormat kalah di tangan kekasih sesungguhnya, daripada menang di tangan oportunis sejati hehe.

Baru pertandingan ketiga bersama Solskjaer, Manchester Evening News (30/12/2018) mewartakan bahwa semalam saat menjamu dan melumat Bournemouth nyanyian 'Please don't take my Solskjaer away' berkumandang di Old Trafford. 

The babyface assassin dengan senyumnya yang tanpa dosa telah menyihir penggemar MU untuk mempertahankannya. Buku rekor telah mencatat bahwa dia adalah manager ketiga yang mampu memenangkan tiga pertandingan liga perdananya, sejajar dengan Sir Matt Busby dan Mou dan melampaui mahaguru Sir Fergie. Bukan hanya itu, permainan MU dianggap jauh lebih menghibur dengan kelahiran 12 gol dalam hanya tiga partai.

Apakah era baru MU akan hadir? Dilihat dari sudut pandang mana dulu? Kalau sudut pandangnya gelimang prestasi dan dominasi, saya rasa sulit untuk melihat dominasi seperti era Sir Fergie di EPL hari ini. Kekuatan klub hampir berimbang di semua lini, lihat saja City, Chelsea, Liverpool, Tottenham dan Arsenal, mereka semua merata. Ditambah dukungan finansial yang bisa datang kapanpun juga dan di klub manapun juga (seperti sihir Chelsea dan City) membuat dominasi selama lebih dari satu dekade hampir mustahil terjadi lagi. Jangan banding EPL dengan Serie A, La liga dan juga Bundesliga. Serie A hanya ada Juventus tanpa lawan, sedangkan La Liga dan Bundesliga hanya ada duopoli. Daya tarik negara Inggris juga saya rasa jauh dari negara lainnya untuk urusan bisnis sepakbola dan sayap-sayapnya.

Jika era baru dilihat dari sudut pandang gaya bermain, ini mungkin rada masuk akal. Namun saya tidak hilang kendali dalam euforia kemenangan di masa bulan madu Solskjaer. Kualitas musuh-musuhnya mencukupkan saya untuk mengendalikan kegembiraan berlebihan. Di atas kertas, Cardiff, Huddersfield dan Bournemouth bukanlah tandingan MU. Namun kita harus melihatnya lebih komprehensif, untuk tetap dalam kadar optimisme yang tidak memabukkan. Peningkatan statistik pertandingan, gaya bermain terutama transisi menyerang-bertahan dan juga suasana 'hangat'-nya ruang ganti merupakan beberapa hal yang dapat dijadikan pondasi optimisme MU pada era Solskjaer.

Mengenal Solskjaer Sebagai Manager

Salah satu mantan anak asuhnya di Molde, Mattias Mostrm dalam sebuah tulisan di Guardian (21/12/2018) menyatakan bahwa dia telah merasakan "wow moment" saat pertamakali bertemu Solskjaer pada era pertama dia melatih Molde tahun 2012. Hal pertama yang mengagetkan menurutnya adalah kontras antara penampakan muka dengan kebijakan yang dipilih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun