Mohon tunggu...
Akhmad Fajri Amirudin
Akhmad Fajri Amirudin Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Suka Nulis, Suka Baca, Suka Sepakbola, Suka Jalan-Jalan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Judol dan Wajah Negara di Balik Mesin Keberuntungan Palsu

21 Mei 2025   16:22 Diperbarui: 22 Mei 2025   16:58 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tersangka Judol  (Sumber: Antaranews)


Pengguna judol bukan semata-mata manusia serakah. Banyak dari mereka adalah masyarakat biasa yang lelah oleh tekanan ekonomi dan kehilangan arah. Dalam sunyi dan gelapnya mata, mereka membuka aplikasi judi bukan untuk menjadi kaya raya, tapi untuk sekadar berharap bisa membayar utang, membeli susu anak, atau menyelamatkan rumah tangga. Mereka tahu yang mereka lawan adalah mesin, algoritma tanpa belas kasih. Tapi kadang, mereka lebih percaya pada keberuntungan digital dibanding janji program bantuan yang tak kunjung datang.

Kasus judi online menyeret tokoh penting dalam lingkar kekuasaan. Nama Menteri Koperasi dalam Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Budi Arie Setiadi, disebut-sebut dalam pusaran polemik penanganan judi online. Sebelumnya beliau adalah Menkominfo di bawah Presiden Jokowi dari Juli 2023 hingga Oktober 2024. Kasus ini sendiri terjadi saat Budi Arie menjabat Menkominfo. Meskipun ia membantah keterlibatan langsung, sorotan publik tak terhindarkan terlebih karena Kominfo adalah lembaga yang memiliki otoritas besar dalam menutup akses platform ilegal seperti judi online.

Tidak tanggung-tanggung, Budi Arie disebut dalam dakwaan JPU menerima prosentase sebsar 50 persen dari satu situs judi yang ia lindungi. Harga perlindungan satu situs sendiri sebesar 8 juta rupiah. Pada 2024, menurut PPATK ada 8,8 juta pemain judi online asal Indonesia dan menurut JPU, ada puluhan ribu situs judi yang dilindungi Komdigi dengan biaya puluhan miliar rupiah.

Ketika masyarakat resah dan korban berjatuhan, peran negara terlihat ambigu. Di satu sisi, negara mengklaim sedang memburu operator dan menutup situs-situs judol. Di sisi lain, lemahnya pengawasan, celah hukum, dan ketidaktegasan dalam tindakan membuka ruang spekulasi bahwa negara tidak benar-benar ingin tuntas menangani masalah ini. Bahkan muncul dugaan adanya "permainan" di balik lambannya penanganan dan data pribadi masyarakat yang bocor digunakan untuk menyasar pengguna tertentu agar terjerat ke dalam ekosistem judol.

Nama Budi Arie Setiadi menjadi simbol dilema ini. Saat publik meminta ketegasan, yang muncul adalah kebingungan, apakah ini kesalahan teknis, lemahnya infrastruktur, atau memang ada kepentingan ekonomi dan politik yang lebih besar?

Cerita-cerita korban judol begitu memilukan. Di Jakarta, seorang ayah muda kehilangan pekerjaannya karena terlilit utang akibat kecanduan slot online. Istrinya menggugat cerai dan anaknya kini diasuh oleh mertuanya. Di Yogyakarta, seorang mahasiswa tingkat akhir ditemukan tewas gantung diri, meninggalkan catatan bahwa ia kalah ratusan juta dalam permainan roulette online. Di Bandung, seorang ibu rumah tangga dilarikan ke rumah sakit jiwa karena depresi berat usai kehilangan seluruh tabungan keluarga.

Ini bukan lagi soal moral. Ini soal tanggung jawab bersama, bahwa di tengah kegagalan mengatur ruang digital dan ekonomi yang makin mencekik, negara tak bisa hanya menyalahkan rakyat yang tergelincir. Karena dalam sistem yang penuh celah ini, rakyat hanya berusaha hidup, meski harus berjudi dengan harapan.

Jika benar negara serius menganggap judol sebagai bencana nasional, maka pendekatannya harus menyeluruh: bukan sekadar menutup situs, tapi membongkar jaringan ekonomi yang menopangnya, termasuk jika itu menyentuh tokoh atau pejabat tinggi. Edukasi, rehabilitasi korban, serta program ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil harus menjadi prioritas.

Karena selama rakyat masih menganggap mesin judi online lebih menjanjikan dibanding negara, maka yang rusak bukan hanya ekonomi rumah tangga, tapi juga fondasi kepercayaan kita sebagai bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun