Dunia pendidikan Indonesia kembali bergerak dinamis. Tanpa gembar-gembor pergantian kurikulum, namun gebrakan demi gebrakan terus terasa di lapangan. Di tahun ajaran baru ini, sebuah istilah mulai ramai dibicarakan yakni kokurikuler.
Meskipun Kurikulum Merdeka masih menjadi nama resmi yang digunakan tapi perubahan implementasi terus bermunculan. Menteri baru tampaknya cukup berhati-hati agar tidak mengulang "drama" gonta-ganti kurikulum seperti di masa lalu.
Di tengah kehati-hatian itu, justru lahirlah sejumlah kebijakan ---model baru atau sekadar ganti istilah dari kebijakan lama--- yang menjadi titik-titik perubahan kurikulum. Salah satunya adalah hadirnya kegiatan kokurikuler dalam struktur pembelajaran siswa.
Tapi sebelum membahas lebih jauh, mari kita tengok terlebih dahulu apa saja perubahan yang terjadi belakangan ini. Misalnya, mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA), ada juga kebijakan baru mengenai ijazah berupa cap tiga jari dan tanda tangan siswa sudah tidak diperlukan lagi. Simpel dan katanya lebih efisien walau sempat menimbulkan perdebatan di kalangan pendidik dan masyarakat.
Kembali ke kokurikuler. Apakah ada bedanya dengan ekstrakurikuler? Kokurikuler punya peran unik yang strategis dalam mendukung pembelajaran utama.
Untuk memahaminya kita perlu kembali ke tiga istilah penting dalam dunia pendidikan: intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kini kokurikuler.
Intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran utama yang terjadi dalam jam pelajaran. Ini mencakup semua mata pelajaran pokok.
Ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan diri siswa di luar jam pelajaran. Tujuannya adalah menggali minat, bakat, dan menumbuhkan soft skill seperti kepemimpinan, kolaborasi, dan sportivitas.
Sementara itu, kokurikuler adalah jembatan antara keduanya. Ia berfungsi sebagai penguat dan pengayaan dari kegiatan intrakurikuler dan dilakukan dalam jam pelajaran, namun bersifat fleksibel dan lebih kontekstual.