Tiba saatnya, saya harus melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Seorang guru menyarankan agar saya mengambil fakultas kedokteran. Guru saya optimis fakultas kedokteran bisa saya taklukkan. Ia melihat prestasi akademik dan nonakademik saya sangat mumpuni. Apalagi, di akhir studi saya terpilih sebagai siswa teladan dan menjadi juara umum 1 untuk prestasi akademik. Mendengar hal itu, Mama tak banyak berkomentar. Ia tak hentinya memberikan support dan doa.
Berselang beberapa bulan, saya berangkat ke ibukota provinsi untuk mengikuti serangkaian tes. Lagi-lagi saya terkendala masalah biaya. Sekitar Rp 500 ribu saya butuhkan saat itu. Mama hanya memberikan uang Rp 300 ribu. Akhirnya saya meminjam ke teman untuk menutupi sisanya. Uang itu saya gunakan untuk transportasi ke kota, makan dan sewa kos selama seminggu.
Serangkaian tes telah saya lalui. Hasil akhir memberikan kabar baik, saya lulus di fakultas kedokteran. Mama mendengar, ia meneteskan air mata. Namun hal miris harus saya alami. Lulus di fakultas kedokteran harus membayar uang pembangunan yang jumlahnya tidak sedikit. Saya berfikir kembali, apakah saya harus melanjutkannya? Bila ia, ke mana saya harus mendapatkan uang? Karena kondisi keuangan, saya mengubur mimpi untuk menjadi bagian dari fakultas kedokteran.
Akhirnya, saya mendaftar di Perguruan Tinggi Swasta dengan mengambil jurusan Manajemen Keuangan. Mama mendukung apapun pilihan saya. Persemester (6 bulan) Mama mengeluarkan biaya sekitar Rp 11 juta. Itu sudah termasuk uang semester, uang makan, biaya kos dan buku.
Jika dirata-ratakan sekitar Rp 2 juta perbulan yang ditanggung Mama. Jumlah ini terbilang banyak. Belum lagi, biaya hidup Mama dan kedua adik saya. Namun mama selalu mengusahakan biaya kuliah saya terpenuhi. Bahkan terkadang Mama harus berhutang. Terkadang pula ia berjualan pakaian cicilan dengan berkeliling kampung. Apapun ia lakukan asalkan saya bisa fokus kuliah tanpa memikirkan biaya.
Beban Mama pun sedikit berkurang. Saya bersyukur karena bisa meringankan beban Mama. Tak terasa, 7 semester telah berlalu, akhirnya saya menyandang gelar sarjana. Saat wisuda, saya menjadi wisudawan terbaik pertama, lulus summa cum laude dengan IPK sempurna 4,00.
Lulus Kuliah, Kerja di Perusahaan Pelayaran Domestik Terbesar Indonesia
Mendengar kabar ini, Mama mengucapkan selamat kepada saya sambil meneteskan air mata. Saya turut terharu karena perjuangan beliau saya bisa mendapatkan ini semua. Mama hanya seorang single parent, tapi ia mampu menjadi ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya. Ia tak pernah mengeluh, ia tak pernah menyuruh saya berkerja saat kuliah, ia melakukan semuanya sendiri dengan segala kekuatannya.
Pelajaran Berharga dari Mama