Mohon tunggu...
M. Arif Kamal
M. Arif Kamal Mohon Tunggu... Pengajar di Kota Malang

Membaca, Menulis, Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bayang-bayang Supersemar: Paralel Sejarah dalam Dinamika Sipil-Militer Indonesia Kontemporer

10 Maret 2025   12:32 Diperbarui: 10 Maret 2025   12:50 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Supersemar: Titik Balik Sejarah Indonesia

Tanggal 11 Maret selalu menjadi momentum refleksi bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal ini, 59 tahun lalu, Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar diterbitkan, menandai titik balik penting dalam sejarah politik Indonesia. Surat ini secara tersirat memberikan mandat besar kepada militer untuk menangani krisis politik, yang kemudian berujung pada pergeseran kekuasaan dari sipil ke militer.

Jejak Supersemar terasa dalam sejarah panjang Indonesia, terutama di era Orde Baru. Militer tidak hanya menjadi aktor pertahanan, tetapi juga menduduki posisi penting dalam pemerintahan sipil. Pengaruh ini berdampak luas, termasuk dalam budaya politik yang sangat sentralistik, pengendalian media, serta berkurangnya kebebasan sipil demi menjaga stabilitas. Selama tiga dekade Orde Baru, supremasi sipil dikompromikan demi apa yang disebut sebagai "kestabilan nasional."

Titik Balik Reformasi 1998 dan Upaya Pembatasan Militer?

Reformasi tahun 1998 membawa angin perubahan signifikan. Salah satu agenda utamanya adalah mengembalikan supremasi sipil dengan mengurangi peran politik militer melalui penghapusan Dwifungsi ABRI. Namun, hampir tiga dekade setelah reformasi, tanda-tanda keterlibatan kembali militer dalam jabatan sipil mulai muncul secara implisit. Saat ini, semakin banyak pejabat berlatar belakang militer aktif maupun baru saja pensiun yang ditempatkan dalam posisi strategis sipil, dari kementerian hingga lembaga negara.

Fenomena ini perlu dikritisi dengan bijak. Di satu sisi, latar belakang militer dianggap memberikan ketegasan, efisiensi, dan kemampuan mengelola birokrasi secara disiplin. Namun, di sisi lain, hal ini berisiko membuka kembali pintu bagi pola lama dwifungsi ABRI yang sebelumnya sudah dikoreksi oleh reformasi. Menempatkan kembali militer dalam jabatan sipil—terutama jika tanpa pengawasan ketat—berpotensi melemahkan demokrasi dengan mengurangi transparansi dan akuntabilitas sipil yang seharusnya menjadi pilar utama pemerintahan demokratis.

Selain itu, perdebatan tentang stabilitas dan demokrasi kembali mengemuka. Meski Indonesia secara formal telah menjadi negara demokrasi pasca-1998, ada kecenderungan implisit untuk mengutamakan stabilitas di atas kebebasan individu, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan politik, ekonomi, dan sosial. Seringkali, kritik terhadap pemerintah atau kebijakan tertentu ditanggapi dengan cara-cara yang mengingatkan publik pada gaya pemerintahan Orde Baru, yakni pendekatan yang cenderung membatasi kebebasan demi ketertiban sosial.

Pendidikan Sejarah dan Refleksi Ke-Depan

Dalam konteks ini, penting sekali mengingat kembali bahwa demokrasi yang sehat justru membutuhkan keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, kontrol publik, serta profesionalisme militer yang tetap dalam batas-batas fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Profesionalisme militer adalah prasyarat mutlak bagi demokrasi yang matang; militer seharusnya tidak masuk ke dalam ranah politik praktis atau jabatan sipil strategis di luar kewenangannya.

Untuk itu, pendidikan politik dan literasi sejarah menjadi elemen penting bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, agar mereka mampu memahami konteks historis di balik kebijakan pemerintah saat ini. Dengan literasi sejarah yang baik, masyarakat akan lebih kritis dan peka terhadap potensi pengulangan sejarah, khususnya terkait relasi sipil-militer.

Refleksi terhadap Supersemar bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan sarana bagi bangsa ini untuk tetap waspada terhadap setiap bentuk potensi kemunduran demokrasi. Dengan kesadaran sejarah tersebut, Indonesia diharapkan dapat terus maju sebagai bangsa yang demokratis, tanpa harus kembali mengulangi kesalahan dari masa lalunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun