Mohon tunggu...
A Jul
A Jul Mohon Tunggu... Guru Yoga -

Ah, masa?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Grand Corruption di Indonesia

6 April 2016   09:28 Diperbarui: 6 April 2016   09:56 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar: kabar7dotcom"][/caption]Wakil Ketua KPK Laode Syarif mentatakan bahwa kasus yang menjerat M. Sanusi dan Bos Agung Podomoro saat ini adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan bahwa grand corruption itu ada. Sehabis membaca berita tentang pernyataan Pak Laode itu saya tertawa saja. Tapi hanya tertawa kecil. Tidak sampai tertawa ngakak.

Bagi saya pernyataan itu adalah pernyataan yang walaupun memang tidak pernah ada kata terlambat, tapi merupakan pernyataan yang sudah telat. Karena saya dan mungkin juga warga negara Indonesia sudah bisa merasakannya itu ada dan nyata terjadi di sekekeling kita. Akarnya adalah ketamakan pada uang dan kekuasaan. 

Setiap negara yang para pemimpin dan elit-elit politiknya berpaham kapitalisme (sadar atau tidak) pasti akan terdorong untuk menjalankan praktek-praktek korupsi yang besar-besaran. Karena kapital berarti juga kekuasaan. 

Kapan korupsi besar-besaran itu dimulai? Yaitu ketika  pemerintahan mulai sentralistik. Pengusaha-pengusaha di daerah sudah tidak bisa lagi mengurus setiap perizinan dagang dan bisnisnya lagi di daerahnya masing-masing tanpa melalui pemerintahan pusat. bahkan hanya untuk urusan jual beli barang yang biasa saja dengan pedagang dan pembeli negara sebelah saja harus mendapatkan ijin dari pemerintahan pusat. Ketika perpajakan sudah tidak lagi diawasi dan dipungut oleh pemerintah daerah masing-masing dan semuanya harus melalui pengesahan pemerintahan pusat. Pelaporan pajak sudah tidak lagi selalu harus sama dengan kenyataannya. Kalau bisa menyuap petugas pajak di pusat dengan 20 juta, kenapa harus membayar pajak sesuai kewajiban aslinya yang 200 juta. Cukup bayar pajak 80 juta dan nyuap petugas pajak 20 juta, untung 100 juta. Mudah kan?

Dan mengapa korupsi bisa dilakukan secara berjamaah? Sebabnya karena ketika si atasan ketangkap tangan oleh anak buahnya sedang melakukan praktek suap menyuap, maka seketika itu juga si anak buah bakalan dapat bagiannya. Dan si anak buahnya itu kemudian mulai berani melakukan praktek suap menyuap atas dasar inisiatifnya sendiri. Begitu terus kejadiannya, hingga pemain suap menyuap ini makin banyak meluas ke setiap sektor dan level. Dari level RT sampai Presiden bisa korup loh! Dan ini lah grand corruption yang baik langsung atau tidak merusak keseimbangan ekonomi dalam negeri, menutup jalan meningkatnya kesejahteraan rakyat banyak, merusak lingkungan, dan ujungnya adalah menghancurkan cita-cita menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat di negara itu. 

Trus KPK baru bilang tentang tentang adanya grand corruption itu sekarang? Kemarin-kemarin kemana aja?

Berkumpulnya para pengusaha-pengusaha daerah di Jakarta, dan begitu banyaknya pengusaha-pengusaha yang awalnya berbisnis atau berdagang di daerah yang membangun kantor-kantor perwakilannya di pusat pemerintahan seharusnya sudah dapat dijadikan indikator tentang adanya praktek-praktek korupsi besar-besaran itu. 

Sayangnya, rakyat tak pernah bisa membuktikan apa yang sudah dirasakannya ada dan terjadi di sekelilingnya itu. Sehingga rakyat kebanyakan hanya dapat membicarakannya di warung-warung kecil pinggir jalan sembari makan nasi uduk, ngopi atau jajan-jajan gorengan. Rakyat umum memang selalu menjadi objek akibat buruk grand corruption!

Selamat bertempur deh buat KPK. Jangan jadi penakut untuk membongkar semua kebusukan yang ada. Salam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun