Kalah dengan Terhormat dalam sebuah Pilkada adalah biasa, tapi Menang dengan Terhormat sekarang ini menjadi sesuatu yang langka terjadi. Hal ini dikarenakan banyak Pilkada beraroma kecurangan dan ketidakjujuran dalam pelaksanaannya, jadi kalau Pilkada DKI Jakarta nantinya menghasilkan pemenang yang terlepas dari segala bentuk kecurangan dan manipulasi suara, maka dapat dikatakan sebagai Menang dengan Terhormat, dan itu tentunya suatu hal yang "Luar Biasa."
Kemenangan yang diraih dengan cara Terhormat akan melahirkan seorang pemimpin yang betul-betul dicintai rakyat, dan itu menjadi harapan sebagian besar masyarakat penduduk DKI Jakarta. Â Dari sekian calon yang maju di Pilkada DKI, hampir rata-rata dapat kita percayai kredibilitas dan integritasnya, tentunya kita tidak sangat mengharapkan adanya kecurangan, namun pada kenyataannya berbagai gejala kecurangan sudah mulai tampak kepermukaan, sekali pun semua itu masih sulit untuk dibuktikan.
Pada tulisan ini saya mengkhususkan untuk menyoroti salah satu kandidat Gubernur yang berpeluang untuk diduga melakukan berbagai kecurangan, yakni calon incumbent Fauzi Bowo (Foke), kenapa saya khusus menyoroti Foke, karena Foke sebagai calon incumbent mempunyai peluang sangat besar, tanpa kecurangan pun harusnya Foke ditaksirkan akan tetap menang, tapi kalau Foke tidak hati-hati dalam proses pemilihan ini, maka dia akan menjadi sasaran dugaan pelaku kecurangan.
Persoalan calon Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih bermasalah, akan sangat menyoroti Foke sebagai calon incumbent, dari 6 pasang kandidat calon gubernur DKI, hanya satu pasang calon yakni, Foke-Nara yang tidak mempersoalkan masalah DPT ini, sementara 5 pasang calon lainnya sampai menggugat ke polisi. Dari sini benih kecurigaan akan terjadinya kecurangan akan muncul dan menyasar pasangan Foke-Nara. kalau hal ini tidak segera terselesaikan, bisa jadi Pilkada DKI Jakarta akan terhambat, bisa jadi akan ditunda.
Meraih kemenangan adalah merupakan ambisi setiap pasangan, tapi menjadi pemenang dengan cara yang tidak terhormat, harusnya bukanlah menjadi sebuah tujuan. Memang dengan menghalalkan segala cara bukanlah sesuatu yang sangat diharapkan, untuk apa hanya menang tapi tidak menjadi pemenang sesungguhnya. Pemenang sesungguhnya adalah pemenang yang berhasil merebut hati pemilihnya dengan cara-cara yang dihalalkan, yang sesuai dengan peraturan dan aturan yang berlalku, bukan meraih kemenangan lewat sebuah proses kecurangan.
Merebut hati rakyat sebagai pemilih lebih penting dari merebut kemenangan itu sendiri, untuk apa menjadi pemimpin yang tidak dicintai dengan mengorbankan segala harta kekayaan, yang pada akhirnya nanti menjadi asing ditengah masyarakatnya sendiri. Kemenangan yang hakiki adalah kemenangan yang diraih penuh suka cita, tanpa perlu mengorbankan harta dan benda.