Pada tanggal 6 April 2025, saya memulai perjalanan menuju Gunung Sumbing bersama dua sahabat saya, Satria dari Semarang dan Delon dari Sukoharjo. Kami bertiga telah lama merencanakan pendakian ini, dan akhirnya hari itu tiba juga. Gunung Sumbing yang memiliki ketinggian 3.371 meter di atas permukaan laut memang sudah lama menjadi impian kami. Jalur Banaran menjadi pilihan karena pemandangannya yang indah dan suasananya yang masih alami.
Kami berangkat pagi-pagi sekali Sesampainya di sana sekitar pukul 07.00 pagi, kami langsung melakukan registrasi pendakian dan memeriksa perlengkapan — mulai dari tenda, matras, logistik, hingga peralatan masak. Cuaca saat itu cerah, dengan angin sejuk yang menandakan hari yang sempurna untuk mendaki.
Pendakian dimulai pada pukul 08.00 pagi. Jalur awal didominasi perkebunan warga dan pepohonan pinus yang meneduhkan. Kami mendaki perlahan sambil sesekali berhenti untuk berfoto. Satria yang paling bersemangat sering menjadi pemimpin jalur, sementara Delon lebih santai di belakang, memastikan tidak ada yang tertinggal. Suasana pendakian terasa hangat dengan canda tawa dan cerita lucu sepanjang jalan.
Memasuki Pos 1 dan Pos 2, jalur mulai menanjak lebih curam dengan tanah lembap dan bebatuan besar. Kami sempat beberapa kali beristirahat untuk mengatur napas dan menikmati pemandangan lembah di bawah yang mulai tertutup kabut tipis. Udara semakin dingin, tapi semangat kami tetap tinggi. Sekitar pukul 15.30 sore, setelah menempuh perjalanan cukup panjang, kami tiba di Pos 3, tempat kami bermalam.
Area Pos 3 cukup luas dan datar, cocok untuk mendirikan tenda. Kami segera menyiapkan tempat tidur dan memasak makan malam sederhana dari mie instan dan sosis. Setelah makan, kami duduk santai di depan tenda sambil berbagi cerita tentang perjalanan dan rencana esok hari. Angin malam berhembus lembut, membawa suara serangga yang menenangkan. Langit begitu cerah, bertabur bintang, dan suasananya terasa damai sekali.
Keesokan harinya, kami bangun sebelum matahari terbit untuk melanjutkan pendakian menuju puncak. Dengan langkah pelan namun pasti, kami menapaki jalur berbatu di sekitar Segoro Banjaran. Perjalanan menuju puncak cukup menantang, namun setiap langkah membawa rasa bangga tersendiri. Saat matahari muncul dari balik awan, puncak Sumbing akhirnya terlihat di depan mata.
Sesampainya di puncak, rasa lelah terbayar lunas. Pemandangan luar biasa terpampang luas — Gunung Sindoro berdiri megah di kejauhan, sementara kabut menari di antara lembah. Kami berfoto bersama, menikmati momen kemenangan kecil yang tak akan terlupakan.
Setelah sekitar satu jam menikmati keindahan puncak, kami mulai turun kembali menuju Pos 3. Jalur yang saat naik terasa menantang, kini terasa lebih licin dan berdebu, sehingga kami harus ekstra hati-hati. Sesampainya di Pos 3, kami sarapan dan berkemas sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan turun memakan waktu lebih singkat, sekitar empat jam, namun tetap melelahkan karena tekanan di lutut dan beban di punggung.
Meski begitu, sepanjang jalan kami tetap menikmati pemandangan indah yang tak kalah mempesona. Hamparan hijau, udara segar, dan canda tawa membuat rasa lelah tak terasa berat. Sekitar pukul 14.00 siang, kami tiba kembali di basecamp Banaran dengan perasaan lega dan penuh syukur.
Pendakian dua hari satu malam ini mengajarkan banyak hal: kerja sama, kesabaran, dan rasa syukur atas keindahan ciptaan Tuhan. Bersama Satria dan Delon, saya belajar bahwa mendaki bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi tentang menikmati setiap langkah perjalanan — termasuk perjalanan turun yang menjadi penutup penuh kenangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI