Mohon tunggu...
Ajeng Retno Kustianingrum
Ajeng Retno Kustianingrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi Pasca HUT ke-77: Merdekakah Indonesia dari Belenggu Kesenjangan?

5 September 2022   22:21 Diperbarui: 1 November 2022   09:22 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan revolusi industri menambah derasnya arus globalisasi yang terjadi, karena revolusi industry telah mengubah cara kerja manusia dalam segala sektor kehidupan. Teknologi yang berkembang pesat seiring berkembangnya zaman semakin membuka kesenjangan sosial pada masyarakat. Hirarki kesenjangan yang ada semakin subur dan mengakar terlebih selama pandemi. 

Kesenjangan sosial di masyarakat masih menjadi problematika yang kompleks di Indonesia. kesenjangan dalam KBBI memiliki arti ketidakseimbangan atau perbedaan, dalam makna sosial kesenjangan berarti ketidakseimbangan dalam faktor ekonomi, pendidikan maupun sarana dan prasaranan kesehatan dalam masyarakat. Dalam momen kemerdekaan RI ke-77 ini hendaknya kita merefleksikan, apakah bangsa ini benar-benar merdeka?

Euforia kesenangan dan kebanggan ketika perayaan HUT RI yang dilakukan masyarakat hanya berlangsung beberapa hari saja, namun setelah merayakan momen tersebut apakah terdapat kebahagiaan yang berdampak bagi sisi perekonomian, pendidikan dan kesehatan? Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk. Data tersebut mengabarkan bahwa kemerdekaan ini belum sempurna dan dapat dirasakan masyarakat luas. Perekonomian yang sulit mempengaruhi keseimbangan hidup masyarakat dalam segala hal sehingga kesenjangan yang ada semakin lebar.

Dalam filsafat marxisme, terdapat perjuangan kelas buruh (kaum proletar) untuk merobohkan kapitalisme sehingga dapat membawa sosialisme menuju bumi pertiwi ini. Senada dengan filsafat marxisme, sebagai seorang cendekiawan berpribadi kita harus memperjuangkan hak – hak kaum buruh, mustadhafin dan orang yatim agar mendapat kebebasan dalam hal perekonomian, pendidikan dan semisalnya. Menurut Sani (2017) seorang cendekiawan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, mereka memiliki tanggung jawab lebih dalam keberpihakan.

Seorang cendekiawan harus memihak pada nilai tertentu dan intelektual yang dimilki harus menjadi fundament untuk melakukan tranformasi sosial agar terwujud masyarakat yang dicitacitakan yakni masyarakat yang bebas dari belenggu-belenggu kesenjangan sosial. Hal tersebut perlu menjadi tanggung jawab kita, agar kesenjangan yang terjadi di Indonesia ini tidak terjadi turun temurun, dimana yang kaya akan semakin kaya dan sebaliknya.

Cendekiawan dengan kualitas intelektual yang dimiliki harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, euforia perayaan kemerdekaan harus menjadi senjata untuk mengatasi kemiskinan dan menutup kesenjangan yang ada. Dengan menganalisis kondisi sosial masyarakat kita akan tau apa yang mereka rasakan dan butuhkan. Kesenjangan yang biasa terjadi di kota-kota besar biasanya dipicu oleh adanya pemukiman kumuh sehingga ketidakseimbangan jelas terlihat.


Pemukiman kumuh yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kesenjangan dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu mobilitas penduduk yang tinggi sehingga terjadi ledakan penduduk di kota-kota besa dan tata-kelola pemerintah yang kurang baik. Selain memicu terjadinya kesenjangan, hal tersebut juga memicu terjadinya perilaku menyimpang dari masyaraka miskin kota seperti tidak disiplin dalam hal perpajakan, tidak memiliki identitas, bahkan sampai melakukan tindakan asusila. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan desa melalui program-program perbaikan infrastruktur seperti pembuatan MCK, membangun jalan yang layak untuk orang dan kendaraan, membantu menemukan sumber air bersih, memperbaiki akses pendidikan dan semisalnya.

Selain memperbaiki desa dari segi fisik, seorang cendekiawan juga harus memperbaiki mental masyarakat desa tersebut sehingga perbaikan desa juga dapat memperbaiki perekonomian masyarakat. perbaikan mental yang dimaksud yakni dengan membuat masyarakat bangga akan desanya yang indah, bersih dan harus dijaga kehormatannya sehingga tidak lagi muncul perilaku menyimpang. Program perbaikan desa juga akan berpengaruh pada perbaikan ekonomi, dengan mental baru yang dimiliki mereka dapat dihimpun untuk mengembangkan ekonomi kreatif atau ekokraf.

#DAMNASJAKTIM

#PCIMMJAKTIM

#KESENJANGAN

#SOSIAL

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun