Mohon tunggu...
Ajeng SekarCahyani
Ajeng SekarCahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030138)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Merintis Usaha Warung Madura: Kisah Perjuangan Mbak Neva, UMKM di Yogyakarta.

12 Juni 2025   22:12 Diperbarui: 12 Juni 2025   22:12 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk-pikuk kota Yogyakarta yang terkenal dengan julukan kota pelajar, tidak sedikit kisah perjuangan para perantau yang membangun usaha kecil-kecilan demi mewujudkan mimpi. Salah satu cerita inspiratif datang dari Mbak Neva, seorang wanita muda berusia 29 tahun asal Magelang, yang kini menekuni usaha Warung Madura di Yogyakarta bersama sang suami. Di balik warung kecil yang tampak sederhana, terdapat kisah panjang tentang tekad, keberanian, dan ketekunan dalam membangun usaha dari nol.

Awal Mula Membangun Usaha
Mbak Neva memulai usahanya sekitar tahun 2022. Sejak awal, keinginan untuk membuka Warung Madura sebenarnya merupakan cita-cita dari suaminya. Meski begitu, Neva pun mendukung penuh dan bersama-sama mereka menjalani usaha ini dengan penuh semangat. Sebelum akhirnya fokus pada usaha warung, pasangan suami istri ini sempat mencoba berbagai jenis usaha lainnya.

Mereka pernah mencoba beternak hamster, membuka kos harian, hingga sempat mengambil alih usaha warung burjo dari seorang teman yang sebelumnya menjalankan usaha tersebut. Sayangnya, bisnis hamster tidak berjalan mulus. Saat itu, mereka sempat mengalami kesulitan karena lingkungan tempat penitipan hamster yang baru ternyata kurang sesuai, menyebabkan banyak hamster mati karena panas. Kejadian tersebut membuat mereka memutuskan untuk berhenti beternak dan mengalihkan fokus ke usaha Warung Madura.

Memulai Usaha dengan Modal Terbatas
Seperti banyak pelaku usaha kecil lainnya, Mbak Neva dan suami memulai usaha warung kelontong mereka dengan keterbatasan modal. Mereka tidak langsung membuka warung besar yang serba lengkap, melainkan memulainya secara bertahap. Modal awal digunakan untuk membeli kebutuhan pokok yang paling banyak dicari pelanggan.

Strategi mereka cukup sederhana namun efektif. Setiap kali ada pelanggan yang datang dan mencari barang yang belum tersedia, mereka mencatat permintaan tersebut. Jika permintaan terhadap suatu barang dirasa cukup banyak, barulah mereka menambah stok barang tersebut. Dengan sistem seperti ini, warung mereka perlahan mulai lengkap sesuai dengan kebutuhan pelanggan sekitar.

Selain itu, lokasi warung yang strategis turut membantu perkembangan usaha mereka. Warung berada di kawasan yang cukup ramai, dekat dengan kos-kosan dan jalan utama yang menjadi akses banyak orang, terutama para perantau dan mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta.

Fokus pada Pelayanan sebagai Kunci Utama
Dalam persaingan usaha kelontong yang cukup ketat, Mbak Neva menyadari bahwa pelayanan menjadi salah satu faktor kunci untuk mempertahankan dan menarik pelanggan. Ia bersama suami berusaha memberikan pelayanan yang ramah, cepat, dan menyenangkan. Menurutnya, banyak orang membeli bukan semata-mata karena kebutuhan, tetapi juga karena kenyamanan berbelanja.

Dengan usia yang tidak terpaut jauh dari mayoritas pelanggan, terutama mahasiswa dan anak kos, mereka mudah berinteraksi dan membangun hubungan yang akrab. Suasana kekeluargaan ini membuat pelanggan merasa nyaman untuk kembali berbelanja. Mereka juga menjaga agar selalu bersikap ramah, tidak jutek, serta cepat tanggap ketika melayani pembeli.

Tantangan Utama: Permodalan dan Ketidakpastian Penghasilan
Meski tampak sederhana, perjalanan menjalankan usaha Warung Madura tidak selalu mulus. Tantangan terbesar yang dihadapi Mbak Neva adalah soal permodalan. Bahkan, mereka sempat mengalami kondisi di mana usaha harus tutup sementara karena kehabisan modal.

Sebelum memutuskan fokus penuh pada warung, Mbak Neva masih bekerja kantoran. Namun pada akhirnya, ia memilih meninggalkan pekerjaan tetapnya demi mengembangkan usaha. Keputusan ini menjadi dilema besar karena meninggalkan penghasilan tetap yang relatif aman, sementara usaha warung masih dalam tahap awal yang penuh ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun