Mohon tunggu...
Aisyah Sherly Asputri
Aisyah Sherly Asputri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

"Majulah tanpa menyingkirkan orang lain. Naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyebab Resistensi Masyarakat atas UU Cipta Kerja Dilihat dari Perspektif Dramaturgi

15 November 2020   08:41 Diperbarui: 16 November 2020   19:59 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Aisyah Sherly Asputri

( Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ )

Pada saat ini di tengah pandemi covid-19, DPR RI dan Pemerintahan Jokowi menyetujui dan mengesahkan rancangan Undang-Undang Cipta kerja pada tanggal 5 oktober 2020 pada sidang paripurna yang diselenggarakan. Pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja ini menimbulkan kecaman dan ketidaksetujuan yang sangat kuat dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Presiden jokowi pun dalam menyampaikan pidato nya berkata jika ada masyarakat yang tidak menyukai bisa untuk menggugat UU Cipta Kerja melalui Mahkamah Konstitusi. Tidak lama kemudian, UU Cipta Kerja telah resmi diundangkan dengan nomor UU 11 Tahun 2020.

Hal yang terjadi tersebut sangat berbeda jauh dengan apa yang telah diucapkan presiden jokowi saat pilpres 2019 dalam mengumbar janji-janji manisnya mengenai kesejahteraan para buruh di Indonesia. Dalam visi dan misi nya dalam masa kampanye saat pilpres berlangsung, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 yaitu jokowi dan ma'ruf amin menjanjikan sejumlah hal-hal baik untuk buruh kedepannya. Visi dan misi dari janji nya kepada masyarakat indonesia tertuang dalam butir 2.6 terkait pengembangan reformasi ketenagakerjaan. 

Di jelaskan di dalamnya bahwa sektor ketenagakerjaan memiliki peran yang penting dalam meningkatkan produktivitas dan untuk meningkatkan kualitas daya saing bangsa. Oleh karena itu diperlukan upaya perlindungan dan penguatan yang dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan membangun sistem perburuhan dan pengupahan dalam meningkatkan kesejahteraan buruh, meningkatkan keterampilan para pencari kerja dan buruh dengan memberikan pelatihan vokasi dan sertifikasi, memperluas akses buruh dalam mendapatkkan dana beasiswa pendidikan, meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja di sektor informal, mempercepat pembenahan sistem untuk pelayanan, kualitas dan perlindungan bagi para buruh.

Dari yang telah pernah diucapkan presiden jokowi pada saat kampanye berlangsung, ia juga berjanji akan memperbaiki taraf hidup para buruh dan berjanji untuk merevisi peraturan pemerintah Nomer 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Selain itu juga presiden jokowi berjanji akan memperbanyak pembangunan rumah murah bagi para buruh di indonesia yang pada saat itu mendaptkan respon positif dari mereka.

Dari janji-janji manis tersebut yang di lontarkan kepada para buruh sangat berbeda dengan keadaan sekarang. Pada saat ini DPR dan Pemerintah merancang undang-undang cipta kerja yang dibuat tanpa sepengetahuan masyarakat dengan sangat tergesa-gesa dan deadline pengerjaan hanya memakan waktu 100 hari, dengan prosesnya yang tertutup dan tidak transparan serta tidak melibatkan suara rakyat dalam pengambilan keputusan dalam membuat dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. UU Cipta kerja yang memuat hampir seribu halaman lebih tersebut dibahas dengan cukup singkat di DPR  dan di sahkan dengan begitu cepat pula. Dimana dalam proses pengesahan Undang-Undang Cipta kerja yang dilakukan dengan sangat singkat tersebut masih terdapat beberapa typo dalam pembentukannya. 

Dari hal itu, draf UU Cipta Kerja yang telah disahkan masih harus di finalisasi lebih lanjut dan bahkan anggota DPR pun belum menerima draf UU Cipta Kerja akibat hal tersebut. Dari persoalan tadi diduga-duga bagiamana bisa anggota DPR mengesahkan Rancangan UU Cipta Kerja tersebut padahal masih banyak terdapat typo yang membutuhkan beberapa kali revisi untuk hal itu yang pada akhirnya membuat anggota DPR belum bisa memegang draf UU Cipta kerja dan bahkan mungkin belum dibaca juga oleh anggota DPR dalam sidang parpurna. 

Selama proses pengesahan UU Cipta Kerja, ada sembilan fraksi yang menyuarakan pendapat dan pandangan mereka mengenai RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna yang diadakan. Pada fraksi PKS dan Fraksi Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja sedangkan untuk 7 fraksi yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN, mayoritas Fraksi DPR dan Pemerintah menyetujui hal itu.

Hal itu menimbulkan kecaman dan ketidaksetujuan suara masyarakat dari berbagai lapisan yang terdiri dari para buruh, mahasiswa, pelajar serta elemen-elemen masyarakat lainnya. Masyarakat menyuarakan ketidaksetujuannya dan kekecewaannya terhadap prosedur dan subtansi yang bermasalah dalam UU Cipta kerja tersebut.

Setelah UU Cipta Kerja yang telah di sahkan oleh DPR, pada tanggal 6-8 oktober 2020 berbagai kalangan masyarakat yang terdiri dari pelajar, mahasiswa,buruh dan rakyat biasa turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi terkait penolakan omnibus law UU Cipta Kerja yang dilakukan hampir di beberapa kota di indonesia. Mereka menuntut agar UU Cipta Kerja tersebut dicabut karena dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil terutama para buruh. Karena di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dari beberapa pasal-pasal nya yang kontroversial tersebut dinilai akan membawa pengaruh yang sangat kuat dan berdampak pada kerugian yang sangat besar bagi para buruh dan juga masyarakat Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun