Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Militer 6 Bulan Untuk Siswa

28 April 2025   09:34 Diperbarui: 28 April 2025   09:34 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan Militer 6 Bulan untuk Siswa

Di Balik Gagasan Pendidikan Militer 6 Bulan: Disiplin Bukan Sekadar Perintah

Gagasan Dedi Mulyadi untuk menerapkan pendidikan militer selama enam bulan bagi siswa bukanlah sebuah langkah populis yang mengincar sensasi politik, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang kondisi kedisiplinan bangsa. Ancaman terbesar Indonesia ke depan bukan hanya tentang ketertinggalan teknologi, persaingan ekonomi, atau ketidakmampuan inovasi. Ancaman terbesar adalah kerapuhan karakter bangsa, terutama soal disiplin, yang menjadi fondasi negara-negara maju. Realitas di lapangan menunjukkan betapa perilaku masyarakat Indonesia masih jauh dari ideal: pengendara motor melawan arah, membuang sampah sembarangan, dan minimnya budaya antre menjadi pemandangan sehari-hari yang memprihatinkan.

Ironisnya, ketika orang Indonesia melakukan perjalanan ke negara-negara maju, tiba-tiba mereka mampu berubah drastis: mereka patuh aturan, menjaga kebersihan, dan antre dengan tertib. Namun saat kembali ke Indonesia, perilaku itu lenyap, seolah disiplin hanya kosmetik sosial, bukan karakter sejati. Ini memperlihatkan bahwa selama ini kedisiplinan masyarakat Indonesia lebih bersifat situasional, bukan substantial. Melalui pendidikan militer, Dedi berharap bisa "mengukir" disiplin ke dalam habitus generasi muda, membentuknya menjadi watak, bukan sekadar perilaku adaptif. Namun tetap muncul pertanyaan besar: apakah metode semi-militer masih kompatibel dengan karakter generasi Alpha yang lebih bebas, kreatif, dan kritis?

Disiplin: Kunci Menuju Negara Maju yang Tak Bisa Ditawar

Tidak ada satu pun negara maju yang lahir dari ketidakdisiplinan. Jepang menjadi contoh paling ikonik bagaimana kedisiplinan menjadi DNA nasional. Sejak usia dini, anak-anak diajarkan prinsip 5S dalam kehidupan sehari-hari, yakni seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu (rawat), dan shitsuke (rajin). Membersihkan kelas adalah tugas siswa sendiri, bukan pekerjaan cleaning service. Dengan demikian, rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, waktu, dan orang lain ditanamkan sejak dini, tanpa paksaan, melainkan dengan pembiasaan.

Di Singapura, pendekatan bahkan lebih struktural. Pemerintah menerapkan sanksi sosial yang tegas: membuang sampah sembarangan dikenai denda besar, merokok sembarangan dikenai hukuman, dan pelanggaran ringan lainnya mendapat hukuman korporatif. Pendidikan moral menjadi mata pelajaran wajib sejak SD hingga SMA. Konsep seperti gracious society atau masyarakat beradab dipopulerkan melalui iklan layanan masyarakat, drama televisi, bahkan dalam kurikulum sekolah.

Korea Selatan tidak hanya mendidik keras di bangku sekolah, tetapi juga dalam dunia kerja. Budaya disiplin waktu dan etos kerja tinggi dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri, keluarga, dan bangsa. Singkatnya, disiplin di negara-negara maju bukan hanya alat pengendalian sosial, tapi menjadi kebanggaan nasional. Tanpa disiplin kolektif, pembangunan infrastruktur sehebat apa pun akan runtuh. Inilah sebabnya, gagasan Dedi Mulyadi, meski kontroversial, sebenarnya mengetuk salah satu urat nadi peradaban: disiplin adalah syarat wajib menuju negara maju.

Apakah Pendidikan Militer Masih Relevan untuk Gen Alpha?

Generasi Alpha adalah generasi pertama yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi digital. Mereka tumbuh dalam dunia yang serba cepat, penuh kebebasan berekspresi, dan kaya akan pilihan. Mereka diajarkan bahwa suara mereka penting, opini mereka dihargai, dan kreativitas lebih utama daripada ketaatan buta. Dalam konteks ini, model pendidikan keras dan komando seperti militer menghadapi tantangan besar. Gen Alpha tidak mudah tunduk hanya karena tekanan eksternal; mereka membutuhkan alasan rasional untuk patuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun