Koperasi sejak awal berdirinya selalu diposisikan sebagai pilar ekonomi rakyat. Bung Hatta, yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, menegaskan bahwa koperasi bukan hanya sekadar organisasi ekonomi, melainkan sebuah gerakan sosial yang berakar pada nilai gotong royong. Dalam koperasi, keuntungan tidak hanya dimaknai sebagai akumulasi materi, tetapi juga sebagai bentuk kesejahteraan bersama. Gagasan inilah yang menjadi landasan filosofis dari setiap upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali koperasi sebagai jawaban atas problem ekonomi rakyat, termasuk melalui program Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) di Kota Surabaya.
Program KKMP merupakan inovasi kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang bertujuan memperkuat fondasi ekonomi kerakyatan melalui pendekatan kelembagaan di tingkat kelurahan. Dengan membentuk 153 koperasi yang tersebar di seluruh kelurahan, pemerintah berusaha menghadirkan instrumen baru yang diharapkan mampu menyeimbangkan tekanan pasar modern terhadap daya beli masyarakat. Di atas kertas, koperasi ini diproyeksikan menjadi pusat distribusi kebutuhan pokok, wadah pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM), serta sarana memperkuat solidaritas sosial-ekonomi masyarakat. Namun, realitas yang tampak di lapangan, khususnya di Kelurahan Kali Rungkut, Kecamatan Rungkut, Surabaya, masih jauh dari ideal yang dibayangkan.
Secara administratif, program KKMP telah melangkah cukup maju. Semua koperasi yang dibentuk telah memperoleh legalitas formal melalui pencatatan di Kementerian Hukum dan HAM. Status hukum ini memberi kepastian sekaligus membuka akses untuk kerjasama, baik dengan lembaga keuangan, perusahaan swasta, maupun institusi pemerintah lainnya. Akan tetapi, legalitas semata tidak menjamin keberlangsungan hidup koperasi. Banyak kasus di Indonesia menunjukkan koperasi yang sah secara hukum justru mandek karena tidak diimbangi dengan tata kelola yang baik dan partisipasi aktif masyarakat. Di sinilah titik lemah yang kini tampak di Kelurahan Kali Rungkut.
Informasi mengenai tata kelola koperasi Merah Putih di Kali Rungkut masih samar. Hingga kini, belum ditemukan publikasi resmi mengenai struktur pengurus, mekanisme organisasi, maupun laporan keuangan yang dapat menjadi indikator operasional. Warga setempat pun banyak yang mengaku belum mengetahui keberadaan koperasi tersebut, apalagi merasakan manfaat langsung dari programnya. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis: apakah koperasi di Kali Rungkut hanya ada di atas kertas, ataukah memang masih menunggu waktu untuk dihidupkan kembali dengan lebih serius?
Dari sisi operasional, koperasi Merah Putih seharusnya berperan penting dalam menyalurkan 19 komoditas pokok dengan harga yang lebih murah dan stabil. Namun, tanda-tanda keberadaan gerai koperasi, aktivitas distribusi barang, atau mekanisme transaksi di Kali Rungkut belum terlihat jelas. Masyarakat masih bergantung pada pasar tradisional dan toko ritel modern untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini mengindikasikan adanya kesenjangan yang cukup lebar antara kebijakan di tingkat kota dengan implementasi di tingkat kelurahan. Dengan kata lain, koperasi di Kali Rungkut masih sebatas wacana yang belum menemukan bentuk konkret.
Ada beberapa tantangan yang dapat menjelaskan kondisi tersebut. Pertama, persoalan kapasitas sumber daya manusia. Pengurus koperasi memerlukan keterampilan manajerial, kemampuan akuntansi, serta pemahaman tentang tata kelola yang baik, sementara dukungan pelatihan belum terlihat optimal. Kedua, rendahnya partisipasi masyarakat. Banyak warga yang tidak pernah diundang dalam sosialisasi koperasi, sehingga mereka tidak merasa memiliki atau berkepentingan untuk bergabung. Ketiga, lemahnya pendampingan dari pihak eksternal, baik dari pemerintah maupun lembaga pendidikan, menyebabkan koperasi kehilangan arah. Keempat, risiko koperasi hanya menjadi simbol administratif sangat besar, sehingga tidak mampu memenuhi fungsi ekonominya.
Meski demikian, prospek koperasi Merah Putih di Kali Rungkut tetap terbuka lebar. Dengan jumlah penduduk yang besar, tingkat kebutuhan konsumsi yang tinggi, serta keberadaan UMKM yang beragam, koperasi memiliki potensi untuk menjadi simpul penting dalam jaringan distribusi ekonomi lokal. Jika dikelola dengan serius, koperasi ini dapat menjadi pusat penyedia sembako murah, sarana pemasaran produk UMKM, serta wadah pendidikan ekonomi kerakyatan bagi warga. Lebih jauh, koperasi juga dapat berperan sebagai benteng sosial yang menjaga solidaritas masyarakat di tengah gempuran budaya individualisme perkotaan.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, beberapa langkah strategis perlu segera dilakukan. Pertama, verifikasi dan publikasi struktur pengurus koperasi agar masyarakat mengetahui siapa yang bertanggung jawab. Transparansi ini penting untuk membangun kepercayaan publik. Kedua, sosialisasi masif mengenai fungsi dan manfaat koperasi perlu dilakukan, bukan hanya melalui pertemuan formal, tetapi juga dengan pendekatan komunitas dan kegiatan sosial. Ketiga, pengurus koperasi harus mendapatkan pendampingan teknis secara berkelanjutan dari Dinas Koperasi maupun akademisi, agar mereka memiliki kapasitas yang memadai dalam mengelola organisasi. Keempat, dibutuhkan mekanisme monitoring dan evaluasi yang konsisten untuk memastikan koperasi benar-benar menjalankan fungsinya, bukan sekadar menjadi formalitas administratif.
Kehadiran koperasi Merah Putih di Kelurahan Kali Rungkut sejatinya adalah simbol dari upaya besar membangun kembali kemandirian ekonomi rakyat. Namun, jika tidak segera diberi ruh berupa tata kelola yang profesional, partisipasi warga yang luas, serta pendampingan yang berkesinambungan, koperasi ini berisiko besar menjadi program yang kehilangan makna. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah koperasi Merah Putih di Kali Rungkut akan tumbuh menjadi mercusuar harapan bagi masyarakat, ataukah hanya menjadi bangunan hukum yang sunyi tanpa aktivitas?
Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu tidak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah kota. Pengurus lokal, warga, akademisi, hingga komunitas sipil harus bergandengan tangan untuk menghidupkan kembali semangat koperasi yang telah diwariskan sejak masa perintisan bangsa. Jika semua pihak mampu bekerja sama, maka koperasi di Kali Rungkut bukan hanya sekadar simbol Merah Putih yang berkibar di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi perwujudan merah darah dan putih tulang yang menegakkan kemandirian dan keadilan ekonomi rakyat.
Â