Fenomena diskon besar-besaran dalam e-commerce, seperti flash sale dan big sale pada momen 9.9, 10.10, hingga 11.11, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku belanja masyarakat Indonesia. Strategi promosi ini seolah menjadi "pesta diskon nasional" yang ditunggu-tunggu oleh jutaan konsumen setiap tahun. Dalam hitungan detik, produk yang ditawarkan dengan harga murah bisa langsung habis terjual.
Namun, di balik euforia konsumen yang mendapatkan harga murah, muncul pertanyaan krusial: apakah diskon besar ini merupakan strategi persaingan sehat yang mendorong efisiensi pasar, atau justru sebuah bentuk perang harga (price war) yang berpotensi merugikan ekosistem ekonomi digital Indonesia dalam jangka panjang?
Sejak kehadirannya di Indonesia, platform e-commerce berlomba-lomba menggunakan strategi diskon besar untuk menarik perhatian konsumen. Model ini dikenal dengan istilah subsidi silang atau burning money, di mana platform rela menanggung kerugian jangka pendek demi mendapatkan pangsa pasar dan loyalitas konsumen.
Strategi yang ditempuh antara lain:
- Voucher diskon dan ongkir gratis mendorong konsumen mencoba transaksi tanpa beban biaya.
- Flash sale dengan stok terbatas menciptakan rasa urgensi dan persaingan sesama konsumen.
- Subsidi penjual besar memberi dukungan dana agar produk dapat dijual jauh di bawah harga normal.
Namun, praktik ini tidak tanpa konsekuensi. UMKM yang bergantung pada margin tipis sering kali kesulitan mengikuti ritme perang diskon. Akibatnya, pasar cenderung dikuasai penjual dengan modal besar, sementara pelaku kecil terpinggirkan.
Data dan Fakta E-Commerce Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
- Pertumbuhan transaksi e-commerce: Bank Indonesia mencatat volume transaksi e-commerce pada Januari-Juli 2025 mencapai 466,93 juta transaksi, naik 16,89% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu Nilai transaksi e-commerce mencapai Rp44,4 triliun pada priode yang sama dengan rata-rata nilai per transaksi sekitar Rp95.000. Lonjakan ini menunjukkan bahwa diskon dan promosi berhasil meningkatkan aktivitas belanja digital.
- Jumlah pelaku usaha digital: BPS melalui Survei E-Commerce 2024 melaporkan terdapat 3,82 juta usaha e-commerce yang tersebar di seluruh Indonesia pada akhir 2023. Angka ini naik signifikan dari tahun sebelumnya, menandakan digitalisasi UMKM semakin pesat.
- UMKM Go Digital: Data Kementerian Koperasi & UKM menunjukkan hingga 2023 ada sekitar 27 juta UMKM yang telah terhubung dengan ekosistem digital, dari total lebih dari 65 juta UMKM di Indonesia. Namun, sebagian besar masih menghadapi tantangan daya saing harga.
- Ancaman predatory pricing: Kemenkop UKM pada 2024 menegaskan adanya praktik predatory pricing dari produk impor asal Tiongkok yang dijual di bawah biaya produksi. Praktik ini mengancam eksistensi UMKM lokal.
- Regulasi pemerintah: Pemerintah telah menerbitkan Permendag No. 31 Tahun 2023 yang mengatur perdagangan elektronik, termasuk harga minimum barang impor dan syarat legalitas produk, sebagai bentuk perlindungan terhadap UMKM lokal.
Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun e-commerce berkembang pesat, risiko ketidakadilan dalam persaingan juga semakin nyata.
Untuk memahami dampak diskon besar e-commerce, kita dapat menggunakan kerangka ekonomi mikro:
- Hukum Permintaan
Harga rendah menyebabkan permintaan meningkat. Diskon besar terbukti mendorong volume transaksi, sebagaimana ditunjukkan oleh data BI (2025) yang mencatat kenaikan transaksi hampir 17%.
- Perang Harga (Price War)
Dalam situasi persaingan ketat, penjual terpaksa menurunkan harga untuk tetap kompetitif. Bagi pelaku besar, hal ini bisa ditoleransi karena mereka memiliki cadangan modal. Namun, bagi UMKM, perang harga justru merugikan karena margin keuntungan semakin tipis.
- Predatory Pricing
Beberapa pemain besar, termasuk produk impor, sengaja menjual rugi untuk sementara waktu. Tujuannya adalah menguasai pasar dan menyingkirkan pesaing kecil. Ketika pesaing lokal sudah lemah atau hilang, harga dapat dinaikkan kembali.
- Efek Jangka Panjang
Jika UMKM terus tertekan, maka variasi produk berkurang, pasar terkonsentrasi, dan konsumen kehilangan pilihan. Kondisi ini berpotensi menciptakan monopoli atau oligopoli, yang justru bertentangan dengan prinsip persaingan sehat.
Dari data tersebut dapat kitaketahui dampak dari e-commerce bagi Konsumen dan penjual.
Dampak bagi Konsumen
Dampak Positif:
- Harga lebih murah
Konsumen bisa membeli barang dengan harga jauh lebih rendah lewat promo dan flash sale, sehingga daya beli meningkat.
- Akses produk lebih luas
E-commerce memudahkan konsumen mendapatkan berbagai produk, termasuk barang impor dan produk lokal dari UMKM di daerah.
- Gaya hidup digital
Belanja online bukan sekadar kebutuhan, tapi sudah jadi bagian dari tren dan gaya hidup, terutama lewat event promo besar yang ditunggu masyarakat.