Mohon tunggu...
Airish Feryal Farras
Airish Feryal Farras Mohon Tunggu... Pelajar

Kadang menulis hal-hal kecil

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI dan Attention Span: Mempertahankan Fokus di Tengah Kecepatan AI

4 Oktober 2025   22:15 Diperbarui: 4 Oktober 2025   22:22 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kapan terakhir kali anda fokus melakukan sesuatu tanpa tergoda untuk membuka update story orang lain, atau scrolling di TikTok? Tanpa kita sadari, mengkonsumsi media sosial, seperti Instagram, TikTok, dan X setiap hari sudah menjadi rutinitas yang umum sebagai manusia yang hidup di peradaban digital. Namun, penggunaan sosial media yang berlebihan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk fokus dan produktif dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan pada beberapa tahun ke belakang, rentang perhatian atau attention span manusia semakin menurun. Hal ini tentu akan berdampak pada bagaimana manusia berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah, serta menjadi ancaman baru terutama kepada gen Z, yang tumbuh dengan keberadaan sosial media.
Sementara itu, di era teknologi yang serba cepat, kini semua jenis pekerjaan dapat diselesaikan dengan efisien menggunakan AI, serta dapat membantu kita dalam mencerna informasi baru dengan memberikan ringkasan atau menjelaskan informasi tersebut dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Akan tetapi, apakah kehadiran AI yang dapat melakukan segala hal yang seharusnya memakan waktu berjam-jam hanya dengan hitungan detik benar-benar membantu kita, atau justru ikut berkontribusi dalam tergerusnya kemampuan manusia untuk fokus?


Tidak bisa dipungkiri bahwa AI membantu kita untuk lebih fokus dalam belajar maupun melakukan pekerjaan. AI bisa membantu kita dalam melakukan tugas sehari-hari, seperti merancang dan mengelola jadwal, menulis dan meringkas informasi, melakukan hal-hal lain yang tidak menjadi prioritas utama sehingga kita memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan tugas-tugas lain yang membutuhkan kemampuan berpikir secara mendalam dan  kritis. Hal ini dibuktikan dengan hasil riset yang menyatakan bahwa penggunaan generative AI dapat meningkatkan pencapaian akademik dengan membantu menyelesaikan tugas-tugas sederhana dan menunjang penggunanya untuk lebih fokus dalam mengerjakan tugas kompleks.


Di sisi lain, kemudahan ini akan menjadi konsekuensi bagi penggunanya. Ketika AI bisa melakukan semua tugas dengan cepat, kita akan cenderung menjadi tidak sabar ketika melakukan proses yang membutuhkan lebih banyak waktu. Kita akan lebih memilih menggunakan AI untuk hasil yang cepat dan ringkas tanpa harus menghabiskan waktu untuk berpikir secara dalam. Dan semakin sering kita mengandalkan AI, semakin sedikit bagian otak yang dilatih untuk memproses informasi secara mendalam. Padahal penting bagi kita untuk melatih otak untuk berpikir secara kritis dan kreatif. Hal ini akan memperkuat budaya konsumsi informasi secara cepat yang saat ini sedang marak. Bukannya membantu penggunanya untuk lebih fokus, namun justru bisa membuat penggunanya semakin terbiasa dengan hasil yang instan dan jenuh ketika harus berpikir secara mendalam.


Meski demikian, bagaimana AI bekerja dan bertindak sesungguhnya adalah cerminan dari penggunanya. Dampak baik dan buruk AI memang tergantung kepada kesadaran kita dalam memanfaatkannya. Jika menggunakan AI secara bijak, tentu AI bisa membantu kita untuk lebih fokus, dan sebaliknya. Selain memikirkan ulang niat kita untuk menggunakan AI, kita juga bisa mulai memperbaiki rentang perhatian dengan mengurangi konsumsi konten sosial media berdurasi singkat, memberi waktu bagi diri sendiri untuk membaca panjang, melakukan refleksi diri dengan journaling, atau sekadar berpikir tanpa bantuan AI. AI memang membuat hidup kita lebih efisien, tapi manusia bukan mesin. Sudah sepatutnya kita butuh waktu untuk memahami, merenung, dan merasa. Pada akhirnya, tantangan terbesar manusia modern bukan lagi bagaimana memanfaatkan AI dengan maksimal, melainkan bagaimana kita tetap bisa menjadi manusia di tengah kecerdasan buatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun