Menurut Sedarmayanti (2017) pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan suatu kondisi tidak berkerjanya karyawan pada suatu instansi karena adanya pemutusan kerja antara karyawan dengan instansi.
Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja dikarenakan suatu hal tertentu yang menyebabkan berakhirnya hak serta kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Menurut Noor Arifin dalam buku Manajemen Sumberdaya Manusia: Teori dan Kasus (2019), PHK sering dimaknai sebagai pemecetan sepihak yang dilakukan perusahaan.
Namun, sebenarnya untuk dikatakan sebagai pemecatan sepihak harus melihat terlebih dahulu alasan perusahaan melakukan PHK, serta hal-hal yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja.
Banyak faktor yang dapat menjadi pe- nyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut seperti:
a. alasan pribadi pegawai tertentu,
b. karena pegawai dikenakan sanksi disiplin yang sifatnya berat,
c. karena faktor ekonomi seperti resesi, depresi atau stagflasi,
d. karena adanya kebijaksanaan organisasi untuk mengurangi kegiatannya yang pada gilirannya menimbulkan keharusan untuk mengurangi jumlah pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi.
Apapun alasan mengapa sampai terjadi pemutusan hubungan kerja, penting untuk menjaga agar dampak negatifnya seminimal mungkin, baik bagi organisasi maupun bagi karyawan yang ber- sangkutan. Artinya, bagian yang mengelola sumber daya manusia harus mampu menemukan cara yang "paling tidak pahit" bagi ke- dua belah pihak.
Pada dasarnya pemutusan hubungan kerja mengambil dua bentuk utama, yaitu berhenti dan diberhentikan.