Pelayanan kesehatan merupakan aspek fundamental dalam pemenuhan hak dasar manusia. Dalam hal ini, klinik memegang peranan penting sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang mudah diakses oleh masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014, klinik dibagi menjadi dua jenis, yakni Klinik Pratama yang menyediakan pelayanan medis dasar, dan Klinik Utama yang memberikan layanan spesialistik. Keberadaan klinik, terutama Klinik Pratama, menjadi rujukan awal masyarakat dalam mendapatkan pertolongan medis yang cepat dan efisien.
Kualitas pelayanan menjadi tolok ukur utama dalam menilai keberhasilan sebuah fasilitas kesehatan. Menurut Kotler dan Keller kualitas pelayanan ditentukan oleh lima dimensi penting: keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan bukti fisik (tangibles). Kelima dimensi ini menjadi dasar dalam mengevaluasi sejauh mana pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan dan kebutuhan pasien. Kualitas pelayanan yang tinggi akan menciptakan pengalaman positif bagi pasien, meningkatkan kepuasan, serta membangun loyalitas terhadap layanan yang diberikan.
Dalam konteks klinik, keandalan mengacu pada kemampuan tenaga medis dalam memberikan layanan yang konsisten dan tepat waktu, sementara daya tanggap berfokus pada kecepatan serta kesiapan petugas dalam menangani keluhan dan permintaan pasien. Jaminan merujuk pada kepercayaan yang diberikan kepada petugas berdasarkan kompetensi dan etika kerja mereka, dan empati menggarisbawahi pentingnya perhatian personal terhadap kondisi dan perasaan pasien. Sementara itu, bukti fisik mencakup fasilitas, peralatan, kebersihan, dan penampilan petugas yang turut membentuk persepsi awal terhadap kualitas layanan.
Kualitas pelayanan yang optimal sangat bergantung pada kinerja karyawan sebagai pelaksana utama. Kinerja karyawan menurut Mangkunegara didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Kinerja yang baik mencerminkan kemampuan dalam menjalankan tugas secara efektif, efisien, dan profesional, serta memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Indikator kinerja karyawan dapat dilihat dari beberapa aspek utama seperti kualitas kerja, kuantitas kerja, pelaksanaan tugas, dan tanggung jawab. Kualitas kerja berkaitan dengan keahlian dan standar hasil kerja, sementara kuantitas menunjukkan jumlah output atau layanan yang dapat diselesaikan. Pelaksanaan tugas mengukur sejauh mana karyawan mematuhi prosedur dan menyelesaikan tugas sesuai waktu, dan tanggung jawab mencerminkan kesungguhan serta kedisiplinan dalam bekerja secara mandiri maupun dalam tim.
Hubungan antara kualitas pelayanan dan kinerja karyawan bersifat saling memengaruhi. Ketika karyawan memiliki kinerja tinggi, maka pelayanan yang diberikan pun cenderung lebih baik, cepat, dan memuaskan. Sebaliknya, lingkungan kerja yang mendukung pelayanan prima akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pelayanan di klinik tidak dapat dilepaskan dari strategi peningkatan kinerja sumber daya manusia yang terlibat.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan yang baik tidak hanya bergantung pada sistem dan fasilitas, tetapi juga sangat ditentukan oleh perilaku dan kinerja karyawan. Oleh karena itu, analisis kualitas pelayanan dalam konteks klinik harus mencakup penilaian terhadap dimensi pelayanan sekaligus evaluasi terhadap indikator kinerja karyawan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI