Pagi itu aku yang sedang sarapan dengan tenang tiba-tiba tersendak karena melihat jam sudah pukul 07:00 WIB. Aku menggoes sepeda, "supaya tidak terlambat aku harus agak cepat dan mesti hati-hati juga nih karena keselamatan lebih utama", fikirku sambil menggayung sepeda.
Tidak lama lagi aku sudah sampai dijalan depannya sekolah. Sialnya gerbang sekolah sudah ditutup dan pak satpam dengan wajah tegas menghadap padaku di balik gerbang.
"Selamat pagi pak! Hehe", salamku sedikit merayu.
"Iya pagi juga! Terlambat yah, sudah jam berapa ini, kamu tahu tidak?" ujar pak satpam dengan nada kerasnya.
"Maaf pak, berikan aku kesempatan, tolong bukakan pintu gerbangnya, saya janji tidak akan mengulanginya lagi", jawabku dengan nada merayu.
"Em... benar ya, jangan di ulangi!" Tegas pak satpam
"Iya bapak" jawabku penuh syukur.
Lalu dibukakannya pintu gerbang itu, namun karena terlambat, aku dan beberapa murid lain dihukum dengan berdiri di lapangan basket sampai jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, sebuah tempat dimana laki-laki itu setiap pagi datang dan bekerja sampai sore hari tiba.
Namanya adalah Pak Ahmad tapi anak-anak sering memanggilnya "Mang Mamat", entah aku tak tahu siapa pencetus panggilan tersebut pada Pak Ahmad. Dia sangat popular di SMA Negeri 1 sekolahku, karena dekat dan ramah dengan murid-murid, khususnya murid laki-laki.
Lama setelah itu aku juga semakin akrab dengan satpam tersebut, yang kawan-kawanku selalu memanggilnya Mang Mamat. Pernah suatu ketika dia menceritakan kepadaku dan kawan-kawanku tentang dia sewaktu seusia kami.
" Dulu, Mamang pernah sekolah seperti kalian. Tapi mamang tidak bisa melanjutkannya hingga selesai, karena orang tua mamang tidak bisa membiayainya" imbuh dia dengan senyum menutupi.