Saya masih ingat denyut di gusi kanan bawah itu. Awalnya cuma ngilu kecil. Lalu pelan tapi pasti mengambil alih hari.
Saya pikir ini sakit gigi biasa. Mungkin ada sisa makanan yang nyelip. Atau saya kurang teliti saat sikat gigi. Ternyata tidak sesederhana itu.
Seperti banyak orang, saya punya jurus darurat. Dengan minyak cengkeh.
Begitu diteteskan, muncul rasa kebas dan nyeri mereda. Rasanya aman. Hanya sebentar. Besoknya gusi makin bengkak dan sakitnya justru makin dalam.
Di kesempatan lain, saya menemukan beberapa kapsul antibiotik sisa di laci. Godaannya besar untuk diminum tanpa bertanya ke siapa pun.
Pikiran saya waktu itu, ini kan antibiotik, mestinya membantu.
Belakangan saya sadar, yang saya lakukan hanya menenangkan gejala. Bukan menyelesaikan akar masalah. Bahayanya lagi, saya membuka pintu bagi resistensi antibiotik.
Dua Kebiasaan Kecil yang Bisa Jadi Masalah Besar
Minyak cengkeh bisa berguna dalam kondisi tertentu. Masalahnya, efek kebas sering menipu.
Nyeri hilang sesaat, lalu kita merasa infeksi ikut reda. Padahal prosesnya tetap berjalan diam diam.
Obat rumahan itu menggoda karena murah, mudah, dan terasa cepat. Pada kasus saya, ini cuma menunda penanganan. Luka kecil berubah jadi infeksi yang serius.
Kebiasaan minum antibiotik sisa juga umum. Banyak rumah menyimpannya dari sakit sebelumnya.