Penyelenggaraan haji adalah amanah besar negara, tugas mulia yang membantu umat Islam menuntaskan rukun kelima. Ironisnya, amanah ini justru tercoreng dugaan korupsi.
KPK sedang menelusuri perkara kuota haji di Kemenag untuk periode 2023-2024. Titik rawannya ada pada penyelewengan kuota tambahan, yang semestinya dipakai untuk memangkas antrean jemaah reguler.
Akar masalahnya berada di kebijakan mantan Menteri Agama. Kebijakan tersebut mengubah rasio pembagian kuota tambahan.
Indonesia menerima 20.000 kuota dari Arab Saudi. Sesuai Pasal 64 Ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019, pembagiannya mestinya 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus (ANTARA News).
Lalu terbit KMA Nomor 130 Tahun 2024. Alih-alih mengikuti porsi tadi, kuota tambahan justru dibelah rata 50:50.
Hasilnya, 10.000 kursi masuk ke haji khusus, dan bagian ini kini dianggap bukti kunci penyimpangan (ANTARA News).
Konsekuensinya terasa langsung bagi jemaah. Antrean reguler sudah menahun. Kuota reguler dikelola pemerintah, sementara haji khusus ditangani agen travel swasta.
Ketika pembagian menjadi 50:50, porsi haji khusus membengkak. Inilah celah yang diduga berubah menjadi pasar jual beli kursi (kumparan.com).
KPK menelusuri perkara ini bertahap dan rapi. Mula-mula mereka memetakan hulu persoalan, yakni diskresi di internal Kemenag.
Setelah itu, penyidikan bergerak ke hilir, ke dugaan transaksi kuota di biro perjalanan.
Modusnya sebenarnya gamblang. Biro travel diduga menyetor uang per kursi sebagai "timbal balik" atas alokasi kuota (kumparan.com).