Karena itu, organisasi di balik kampanye ini menyarankan agar korban mencari bantuan ketika sudah merasa siap dan aman. Meski begitu, "Signal for Help" tetap berguna sebagai cara sunyi untuk menyampaikan kesulitan.
Sekarang ke ranah politik. Di Mesir, empat jari dikenal sebagai "R4bia." Ini bukan sekadar gestur, melainkan simbol perlawanan yang muncul setelah pembantaian massal di Rabaa al-Adawiya Square pada 14 Agustus 2013.
Para pengunjuk rasa saat itu menuntut kembalinya Muhammad Mursi, yang digulingkan militer di bawah pimpinan Abdel Fattah al-Sisi. Human Rights Watch pada 2014 menyebut peristiwa itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan perkiraan korban tewas 817 hingga 1.000 orang.
Ikhwanul Muslimin mengklaim jumlah yang lebih tinggi, sekitar 2.600 korban, dan klaim tersebut juga dicatat oleh HRW.
R4bia lalu menjelma menjadi tanda solidaritas bagi para pendukung Mursi, menolak kudeta militer, dan hadir di media sosial maupun aksi protes. "Rabaa" sendiri berarti "empat" dalam bahasa Arab, seperti dijelaskan oleh Brookings Institution pada 2014.
Nama itu merujuk pada empat jari yang diangkat, juga menjadi pengingat tanggal 14 Agustus. Simbolnya memuat elemen keagamaan: latar kuning kerap diartikan merujuk Kubah Batu, sementara tangan hitam dikaitkan dengan Ka'bah di Mekah.
Makna sakral ini membuatnya dibaca sebagai simbol kemartiran sekaligus perlawanan oleh para pendukungnya.
Jika disandingkan, kedua simbol berbagi bentuk yang sama namun lahir dari dunia yang berbeda.
"Signal for Help" bertujuan menyelamatkan individu yang terancam. "R4bia" mendorong perubahan politik dan menolak kediktatoran.
Keduanya memakai empat jari, tetapi asal-usul, konteks, dan tujuan tidak sama. Karena itu, kita perlu berhati-hati membaca isyarat di ruang publik, terutama di media sosial yang mempercepat penyebaran simbol.
Satu gestur bisa kuat, bisa bermakna, dan bisa pula menyesatkan bila konteksnya diabaikan.