Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Paradoks Pengusaha Indonesia, Berani Memulai Tapi Sulit Bertahan

28 September 2025   21:00 Diperbarui: 25 September 2025   14:51 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat wirausaha di Indonesia memang tinggi. Banyak orang jeli melihat celah usaha dan berani memulainya. Rasa percaya diri itu bukan sekadar klaim. Ada studi global yang mendukung.

Global Entrepreneurship Monitor 2023 menempatkan Indonesia di posisi kedua untuk keberanian dan niat berbisnis, tepat di bawah Arab Saudi.

Lingkungannya juga dinilai kondusif, tercermin dalam indeks NECI yang memberi peringkat baik. Artinya, fondasi ekosistem terlihat menjanjikan.

Masalahnya, ada anomali yang sulit diabaikan. Antusiasme menggebu, dukungan lingkungan terasa kuat, tetapi jumlah pengusahanya masih tipis.

Data resmi pemerintah menunjukkan rasio wirausaha baru 3,47 persen pada 2023. Bandingkan dengan negara maju yang berada di kisaran 12 persen.

Jurangnya lebar. Lalu muncul pertanyaan yang mengganggu: kenapa semangat tidak sejalan dengan hasil di lapangan?

Sebagian orang menyorot mentalitas individu. Pola pikir bertumbuh sering diajukan sebagai kunci. Memang, mindset seperti ini bikin orang tak cepat menyerah, mau belajar dari kegagalan, dan melihat tantangan sebagai peluang.

Kisah para pebisnis besar ikut menguatkan contoh kegigihan dan inovasi. Itu modal awal yang penting. Tapi apakah cukup jika semua beban ditempatkan pada kepala pelaku? Terlalu sederhana, bahkan kurang adil, untuk masalah yang rumit.

Coba lihat motivasi di balik keberanian tadi. Banyak usaha baru lahir karena keterpaksaan, bukan murni karena melihat peluang cerah. Ini wirausaha kebutuhan.

Dorongannya kebutuhan mendesak, sering kali karena sulitnya masuk kerja formal. Semangatnya beda dengan wirausaha berbasis inovasi atau peluang. Mereka umumnya mulai dari skala kecil dengan modal terbatas. Akibatnya, lebih rentan goyah.

Di titik ini, hambatan nyata mengambil peran. Nyali saja tidak cukup. Begitu berhadapan dengan birokrasi yang ruwet, pengurusan izin bisa menguras energi.

Akses pinjaman modal pun kerap mentok, terutama di lembaga keuangan formal bagi yang belum punya rekam jejak.

Persaingan pasar juga keras. Usaha kecil harus berhadapan dengan perusahaan besar sekaligus produk impor yang harganya sering lebih kompetitif. Ini bukan semata perkara mental, ini soal akses dan sumber daya.

Karena itu fokus kebijakan perlu bergeser. Bukan hanya mendorong orang memulai, tetapi membangun ekosistem yang membuat mereka mampu bertahan dan tumbuh.

Tingkat kegagalan pada tahun-tahun awal tinggi. Banyak yang tumbang bukan karena produknya buruk, melainkan pemasaran yang lemah atau manajemen keuangan yang belum dikuasai. Pengetahuan dasar bisnis seperti ini krusial.

Kita perlu melihat gambar besarnya. Potensi wirausaha Indonesia besar sekali, tetapi masih tersangkut berbagai hambatan struktural.

Menaikkan rasio pengusaha bukan tugas satu dua orang. Ini kerja kolektif yang butuh solusi menyatu dari hulu ke hilir.

Mulai dari penyederhanaan regulasi, kemudahan akses modal bagi pemula, sampai pendampingan bisnis yang berkelanjutan. Kerja bersama seperti inilah yang akan mengubah potensi menjadi capaian nyata.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun