Bank-bank asing mulai angkat kaki dari bisnis ritel. Wajar kalau banyak yang bertanya-tanya.
Ada yang menilainya sebagai kerugian besar. Ada juga yang melihat sisi terangnya. Bagi sebagian orang, ini justru tanda kedewasaan pasar keuangan kita.
Alasan resmi yang selalu muncul terdengar rapi: perubahan strategi. Ini bagian dari strategi bisnis global.
Para raksasa ingin fokus ke perbankan institusional. Buktinya tampak dari rangkaian aksi korporasi.
Unit konsumer mereka dialihkan ke pemain regional. Citigroup mencatat langkah itu pada 2023. Commonwealth Bank Australia menyusul pada 2024.
Sejumlah pasar ritel mereka dilepas, termasuk Indonesia. Tujuannya efisiensi perusahaan. Narasi seperti ini mudah diterima publik.
Tetapi cerita lengkapnya tidak sesederhana itu. Menganggap semua ini murni soal strategi global jelas terlalu ringkas.
Ada faktor domestik yang ikut bermain dan tidak bisa diabaikan. Persaingan makin tajam. Bank digital lokal mengubah permainan. Fintech juga demikian. McKinsey & Company pada 2022 menuliskannya.
Mereka bergerak lincah, mudah diakses, dan berani menyasar segmen yang dulu kurang terlayani bank.
Di sisi lain, struktur biaya operasional bank asing terasa berat. Sulit menandingi efisiensi para pendatang baru.
Ini bukan sekadar pindah fokus. Bisa jadi ini juga soal kalah bersaing.