Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandung, Babak Awal Perjalanan Panjang Sutan Syahrir

22 September 2025   23:00 Diperbarui: 17 September 2025   22:34 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sutan Sjahrir muda. (Wikimedia Commons via Kompas.com)

Kisah Sutan Sjahrir nyaris selalu ditarik ke Bandung. Kota ini kerap disebut panggung awal yang menentukan.

Di sanalah karakter politiknya mulai terbentuk. Ia datang sebagai remaja 17 tahun, melanjutkan studi di AMS (Wikipedia).

Tiga tahun ia bersekolah di sana, sambil aktif di berbagai organisasi. Cerita semacam ini sudah telanjur populer.

Bandung digambarkan sebagai kawah candradimuka yang menempa Sjahrir, salah satu pendiri bangsa.

Tapi apa sesederhana itu? Mungkin ada bagian yang dibesar-besarkan.

Bandung memang penting, itu jelas. Di sana Sjahrir muda bersentuhan dengan dunia pergerakan dan mengasah intelektualitasnya (Pustaka Kebudayaan Kemdikbud).

Namun cara pikirnya lahir dari perjalanan panjang. Pemikiran politiknya makin matang dan rumit seiring waktu.

Pengalamannya di Belanda kerap disebut lebih membentuk. Ia menyerap gagasan sosialis dari Eropa, sehingga wawasannya melebar ke tingkat global.

Lalu ada masa pembuangan di Digoel, tempat ide-idenya diuji habis-habisan. Bandung tetap bab awal yang krusial, hanya saja bukan keseluruhan bukunya (Kompas.id, 2023).

Ada pula kisah-kisah heroik dari masa Bandung. Salah satunya tentang keberaniannya menegur Sukarno dalam sebuah forum pemuda, padahal Sukarno lebih senior (Historia.id).

Cerita ini sering dipakai untuk menegaskan watak Sjahrir yang tegas dan tak pandang bulu. Tetap saja, kita perlu bersikap kritis.

Kisah itu beredar bertahun-tahun setelah peristiwa. Ingatan manusia berubah, kadang ditambah bumbu agar terdengar lebih dramatis.

Tanpa bukti sezaman yang kuat, mungkin lebih pas menyebutnya anekdot sejarah.

Sjahrir juga dikenal sangat peduli pada rakyat kecil. Kepedulian itu ia wujudkan dengan mendirikan Tjahaja Volksuniversiteit (Pustaka Kebudayaan Kemdikbud).

Tujuannya mulia, memberantas buta huruf dan mencerdaskan anak-anak pribumi. Ini sering dibaca sebagai bukti naluri pendidiknya.

Benar, tetapi mungkin ada lapisan lain. Sekolah rakyat juga alat politik yang cerdas.

Cara ini efektif membangun dukungan dari bawah. Melalui pendidikan, gagasan nasionalisme bisa disebar lebih rapi dan mendalam.

Tindakannya mempertemukan niat sosial yang tulus dengan strategi politik yang tepat.

Mengangkat Sjahrir sebagai pahlawan tunggal juga terasa kurang pas. Ia kerap digambar sebagai bintang paling terang, pemuda cerdas, berani, bahkan jago main bola.

Pandangan seperti ini mudah menutupi konteks zaman. Bandung pada 1920-an sangat hidup.

Banyak pemuda hebat lain mendirikan klub-klub studi dan aktif di organisasi kebangsaan. Jong Indonesi, misalnya, yang menjadi salah satu cikal bakal Kongres Pemuda (Tirto.id).

Sjahrir bukan satu-satunya bintang. Ia adalah produk dari lingkungan intelektual yang subur, tempat ide-ide baru dan perlawanan tumbuh.

Melihatnya sebagai bagian dari gelombang pergerakan justru membuat kisahnya lebih kaya.

Membuka ulang kisah Sjahrir di Bandung bukan untuk mengecilkan perannya. Tujuannya agar kita melihatnya secara utuh, sebagai manusia yang berlapis, bukan ikon beku di halaman buku sejarah.

Dengan cara itu, kita mendapat gambaran yang lebih jujur tentang seorang pemuda yang tumbuh bersama zamannya, sekaligus tentang sebuah kota yang ikut membentuknya.

Kota Bandung, dari sanalah lahir salah satu Bapak Bangsa paling berpengaruh bagi Indonesia.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun