Cerita tentang Ichiki Tatsuo sering terdengar seperti legenda. Seorang pria Jepang, keturunan samurai, meninggalkan negerinya demi kemerdekaan Indonesia.
Versi ini rapi dan lurus. Tapi benarkah sesederhana itu? Mungkin tidak. Di balik narasinya ada sisi yang lebih kusut, lebih kelabu, dan sangat manusiawi.
Ichiki datang ke Indonesia bukan sebagai pejuang. Ia lahir di Prefektur Kumamoto dari keluarga samurai yang sudah jatuh miskin, pada 1906.
Keinginannya sederhana saja: mengubah nasib keluarga. Jadi ia merantau, berharap bisa sukses di tanah asing dan mengangkat kembali kehormatan keluarganya.
Nyatanya, hidup tidak memihak. Di Palembang ia kesulitan berbaur.
Di Bandung pun sama. Ia tidak cocok dengan komunitas Jepang di sana, dan komunitas itu juga tidak mendukung ambisinya. P
ekerjaannya tak pernah benar-benar tetap. Pernah di studio foto, pernah juga jadi kondektur bus. Ia terus mencari tempatnya di dunia, sampai merasa asing di tengah bangsanya sendiri. Fakta-fakta ini dicatat oleh (Tirto.id, 2023).
Saat itu propaganda Jepang menggema di mana-mana. Mereka menjanjikan pembebasan Asia dari penjajah Barat.
Banyak orang terbujuk, termasuk Ichiki pada mulanya. Lalu ia bekerja untuk koran propaganda, Nichiran Shogyo Shinbun, dan berperan pula di Asia Raya. Catatan tentang hal ini ada di (TracesOfWar.com).
Dari posisi itu, ia menjadi bagian dari mesin yang menebar janji-janji muluk. Di sini muncul pertanyaan yang tidak nyaman: apakah ia korban yang naif atau peserta yang sadar penuh?
Permainan itulah yang justru membelokkannya. Batas antara keduanya kabur.