Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Transformasi Honda Win, dari Kendaraan Dinas ke Ikon Budaya Populer

19 September 2025   07:00 Diperbarui: 15 September 2025   10:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap motor biasanya membawa cerita. Sumbernya bisa dari mana saja. Dari pabrik, dari para pemakainya, bahkan dari layar kaca. Honda Win 100 termasuk yang punya kisah paling unik.

Banyak orang mengenalnya, dan menariknya, motor ini hidup dengan dua julukan. Ada yang menyebutnya motor camat. Ada juga yang menamainya motor Si Doel.

Dua sebutan dari dua masa yang berbeda, tapi keduanya menempel kuat, membentuk warisan yang jauh melewati fungsi awalnya sebagai alat transportasi.

Pada mulanya Honda Win dipakai sebagai kendaraan dinas. Motor ini diperkenalkan pada 1984, dan pemerintah langsung kepincut. Unitnya diborong untuk berbagai instansi (GridOto). 

Mesinnya sederhana, 97,2 cc, tapi bandel. Tenaganya kuat, perawatannya mudah, dan konsumsi bensinnya irit. Karakter seperti ini membuatnya cocok menembus jalan yang sulit, termasuk rute yang belum beraspal mulus.

Citra saat itu jelas fungsional. Ini motor kerja, simbol aparat yang bertugas di lapangan. Tak heran julukan motor camat atau motor Pak Kades melekat erat.

Lalu muncul sinetron yang mengubah panggungnya. Di era 90-an, "Si Doel Anak Sekolahan" menampilkan Honda Win sebagai tunggangan setia Kasdullah alias Doel.

Doel adalah mahasiswa teknik yang berjuang mencari kerja. Hari-harinya ditemani Win. 

Pelan-pelan, citra motor ini bergeser. Dari motor pejabat menjadi motor rakyat biasa. 

Dari simbol tugas menjadi simbol perjuangan, harapan, dan kesederhanaan khas anak Betawi. Dampaknya terasa kuat dan luas (CNN Indonesia, 2021).

Honda Win tak lagi sekadar produk otomotif. Ia pelan-pelan naik kelas menjadi ikon budaya populer.

Tapi apakah kisahnya sesederhana itu? Apakah sinetron sendirian bisa mengubah citra? Ada kemungkinan faktor lain yang bekerja, yang terkait dengan kondisi masyarakat saat itu. Popularitasnya boleh jadi sudah tumbuh bahkan sebelum Doel hadir di TV.

Coba lihat dari sisi ekonomi. Di tahun 90-an, banyak motor dinas yang dilelang ke publik. Harganya mendadak sangat terjangkau. Ini kesempatan besar, terutama bagi warga kelas bawah. Mereka bisa membawa pulang motor yang tangguh, irit, dan andal, dengan harga yang ramah di kantong (Mojok.co).

Jadi tanpa menonton sinetron pun, Win sudah menyusup ke keseharian. Dipakai untuk bekerja, mengantar anak sekolah, atau sekadar pergi ke pasar.

Karena itu, "Si Doel" bukan pencipta tren. Sinetron tersebut lebih seperti kamera yang memotret kenyataan. Doel memakai Honda Win karena itu pilihan yang masuk akal bagi sosok sepertinya.

Tayangan itulah yang memberi panggung lebih besar, sekaligus wajah dan cerita pada fenomena yang sudah ada. Di situlah status Honda Win sebagai motor rakyat dikukuhkan.

Sekarang ceritanya masuk babak baru. Honda Win berubah jadi barang koleksi. Harganya melambung, bahkan bisa melampaui motor baru. Satu unit bekas bisa dibanderol belasan sampai puluhan juta rupiah (OLX).

Kenapa bisa begitu? Ya, kisah Si Doel jelas menyumbang nilai historis. Namun dorongan terbesarnya sering datang dari nostalgia. Generasi 90-an kini sudah mapan. Mereka ingin membeli kembali kenangan, dan Honda Win adalah salah satu simbol kenangan itu.

Ada juga pesona lain yang susah ditolak. Kesederhanaannya. Ketika motor modern makin serba otomatis dan penuh elektronik, Win terasa lebih jujur.

Spesifikasinya klasik, mesinnya gampang dipahami, dan mudah dirawat. Banyak orang bisa mengoprek sendiri tanpa pusing (Kumparan). Nilai seperti ini membuatnya terasa istimewa.

Pada akhirnya, kisah Honda Win itu kompleks. Ia lahir dari percampuran banyak hal. Ada ketangguhan mesinnya. Ada harga bekas yang merakyat. Ada peran krusial sinetron "Si Doel". Ada juga gelombang nostalgia yang kuat.

Sinetron memberi jiwa pada motor ini, benar. Tapi tanpa fondasi keandalan dan tanpa harga yang pernah terjangkau, ceritanya mungkin tak akan sebesar sekarang.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun