Iklan rokok di Indonesia hampir selalu mencuri perhatian. Visualnya rapi, ceritanya dibuat menegangkan. Tokohnya sering laki-laki yang gagah dan berani.
Mereka digambarkan suka petualangan, menerjang badai, menaklukkan gunung. Pesannya tidak berbelit. Merokok dipersepsikan keren. Juga dianggap jantan.
Intinya, iklan ini bukan benar-benar menjual produk tembakau. Mereka menjual mimpi. Menjual gambaran hidup yang sukses. Menjual citra kebebasan.
Banyak orang yakin iklan jadi biang keladi. Katanya, itulah alasan utama anak muda mulai merokok. Keyakinan ini ada pijakannya. Sejumlah riset mengarah ke sana.
Kementerian Kesehatan (2022) juga mencatat hal serupa. Iklan muncul sebagai pendorong utama, di samping pengaruh teman dan keluarga yang sama kuat. Dampaknya paling terasa pada perokok pemula.
Temuan itu sejalan dengan Riskesdas (2018) yang menunjukkan prevalensi perokok remaja masih tinggi pada kelompok usia 10-18 tahun. Tapi apakah sesederhana itu? Benarkah iklan satu-satunya tersangka?
Coba tengok lingkungan kita. Anak-anak melihat orang dewasa merokok setiap hari. Di rumah, di jalan, di warung kopi. Lama-lama jadi hal biasa. Lalu dianggap wajar. Di sisi lain, membeli rokok sangat mudah.
CNN Indonesia (2023) melaporkan sebuah survei yang cukup telanjang. Delapan dari sepuluh anak bisa membeli rokok. Mereka membelinya eceran. Hampir tidak pernah ditolak. Cukup ke warung dekat rumah. Tidak ada yang menanyakan umur. Celah terbesar ada pada penegakan aturan yang lemah.
Citra yang ditawarkan iklan juga layak ditanya ulang. Apakah sosok pria petualang masih ampuh? Anak muda sekarang punya panutan yang berbeda. Ada yang kagum pada pengusaha muda. Ada yang memuja gamer profesional. Ada pula yang mengikuti influencer dengan jutaan pengikut.
Perusahaan rokok tentu membaca perubahan ini. Pola komunikasinya bisa jadi lebih halus. Mereka menyesuaikan diri dengan mimpi generasi baru. Dan mimpi anak muda kini jauh lebih beragam.
Lalu, apa jalan keluarnya? Banyak yang mendorong larangan total iklan. Polanya meniru langkah negara-negara yang telah meratifikasi FCTC dari World Health Organization, yang intinya melarang iklan rokok. Faktanya, Indonesia belum meratifikasi perjanjian tersebut (World Health Organization).