Di Solo ada sebuah pemandangan menarik. Pemandangan itu untuk warga dan wisatawan. Hal itu tersaji setiap akhir pekan.Â
Prajurit Keraton Surakarta tampak berbaris gagah. Mereka berbaris di area publik keraton. Mereka mengenakan seragam yang sangat khas. Seragam itu kaya dengan nilai sejarah. Mereka juga membawa berbagai senjata warisan (Antara Foto, 2023).Â
Kegiatan rutin ini punya nama resmi. Namanya ialah Atraksi Prajurit Keraton. Atraksi ini memiliki sebuah tujuan mulia. Tujuannya mendekatkan keraton dengan masyarakatnya.Â
Ini adalah sebuah upaya yang simbolis. Upaya itu untuk memangkas jarak. Jarak antara institusi bersejarah dan modernitas. Kehidupan modern ada di sekeliling keraton.
Namun ada realitas zaman yang lain. Realitas itu tidak bisa kita hindari. Sebuah pertunjukan budaya butuh banyak biaya.Â
Penyelenggaraan rutin mengundang banyak wisatawan. Inisiatif ini didukung oleh pemerintah pusat. Dukungan datang dari Kemenparekraf (Kemenparekraf, 2021).Â
Wisatawan datang akan membawa banyak uang. Hal ini menciptakan sebuah nilai ekonomi. Maka atraksi ini memiliki dua sisi. Satu sisi adalah misi pelestarian budaya.Â
Sisi lainnya adalah sebuah produk pariwisata. Keduanya kini berjalan saling beriringan. Ini memunculkan sebuah diskursus yang menarik. Tentang bagaimana tradisi hidup di zaman ini.
Tantangan terbesar adalah soal regenerasi. Hal ini paling sering dibicarakan orang. Semakin sulit mencari anak muda sekarang. Anak muda yang mau menjadi prajurit.Â
Ini fakta yang diakui semua pihak. Ini jadi keprihatinan para budayawan (Suara.com, 2023). Muncul berbagai ide modern yang baru. Ide itu untuk mencari sebuah solusi.Â
Salah satunya adalah memakai media sosial. Misalnya membuat konten yang lebih menarik. Konten berupa video sinematik yang indah. Lalu diunggah ke berbagai platform digital.Â