Pilihan bekerja dengan saudara memicu perdebatan. Atau bekerja sama dengan orang lain. Namun realitanya jauh lebih kompleks.Â
Keberhasilan sebuah kolaborasi tidak ditentukan. Oleh hubungan darah semata. Melainkan oleh faktor lain mendasar.Â
Penelitian menunjukkan bukti yang kuat. Profesionalisme menjadi kunci utama keberhasilan. Kemampuan mengelola konflik juga penting. Bukan status hubungan rekan kerja (Jakarta Consulting, 2023; Top Coach Indonesia).
Banyak orang beranggapan suatu hal. Bekerja dengan saudara terasa nyaman. Karena adanya rasa saling percaya. Rasa percaya itu sudah terbangun. Hal ini mempercepat alur komunikasi (Glints).Â
Namun keuntungan ini punya risiko. Batasan antara urusan pribadi kabur. Begitu pula urusan profesional. Ini seringkali menjadi pemicu konflik (IDN Times; Binus University, 2018).Â
Diskusi bisnis dapat mudah berubah. Menjadi sebuah pertengkaran pribadi. Objektivitas keputusan dapat terkikis. Ini berpotensi memicu praktik nepotisme. Jika tidak dikelola dengan baik. (Kumparan, 2024; Liputan6, 2025).
Di sisi lain, ada anggapan. Bekerja dengan orang lain profesional. Karena hubungan terjalin sebatas pekerjaan. Tanpa dibebani oleh urusan pribadi (Codemi Indonesia).Â
Konflik diyakini lebih mudah diselesaikan. Karena tidak ada ikatan emosional. Ikatan yang rumit tidak ada (Loker.id).Â
Akan tetapi, ini bukanlah jaminan mutlak. Konflik akibat perbedaan pendapat terjadi. Persaingan internal juga tetap bisa.Â
Penyelesaiannya justru dapat menjadi kaku. Tanpa adanya dasar kepercayaan. Atau ikatan emosional menengahi situasi (Harvard Business Review).
Inti kolaborasi sukses bukan rekan kerja. Melainkan pada penerapan sikap profesionalisme. Baik bekerja dengan saudara maupun orang.Â