Momen inilah yang membawa Andries de Wilde. Ia seorang ahli bedah dan pengusaha. Ia masuk ke panggung sejarah Sukabumi. Pada 25 Januari 1813, de Wilde membeli tanah.Â
Ia membeli sebagian besar wilayah Sukabumi. Harganya 58 ribu dolar Spanyol. Tanah itu semula bernama Tjikole. Kemudian, ia secara resmi menamainya "Soekaboemi". Tepatnya pada 13 Januari 1815.Â
Ini menandai pertama kalinya nama itu digunakan. Digunakan dalam sebuah catatan sejarah (Detik Jabar, 2022).
Kekuatan ekonomi dan politik de Wilde semakin dominan. Hal ini mulai mengancam hegemoni Cianjur. Puncaknya terjadi pada tahun 1864.
Saat itu, ia menyarankan pemindahan ibu kota. Ibu kota Karesidenan Priangan. Dari Cianjur ke Bandung. Alasannya adalah efisiensi jarak. Saran ini akhirnya diterima.Â
Secara efektif, ini melemahkan posisi Bupati Cianjur. Sekaligus membuka jalan bagi kemandirian Sukabumi (Tirto.id).
Menuju Kemandirian Administrasi
Melemahnya wewenang Cianjur mencapai puncaknya. Tepatnya pada tahun 1870. Saat itu, Kabupaten Cianjur dibagi menjadi dua afdeling. Afdeling adalah wilayah administrasi setingkat kabupaten. Sukabumi pun berdiri sebagai afdeling mandiri.Â
Wilayah ini dipimpin oleh seorang patih. Patih ini tidak lagi bertanggung jawab ke Bupati Cianjur. Ia bertanggung jawab langsung kepada asisten residen Belanda.
Langkah final menuju kemandirian penuh akhirnya terwujud. Ini terjadi pada masa pemerintahan Bupati Cianjur. Yaitu R.A.A. Soeriadiningrat. Berdasarkan besluit (surat keputusan) Gubernur Jenderal. Surat bertanggal 25 April 1921 Nomor 71.Â
Kabupaten Sukabumi resmi didirikan. Didirikan sebagai wilayah otonom (Sindonews, 2023). Sejak 1 Juni 1921, Sukabumi resmi terlepas. Terlepas dari Kabupaten Cianjur. R.A.A. Soerianatabrata diangkat sebagai bupati pertamanya.Â
Dengan demikian, enam distrik penting menjadi bagiannya. Distrik Sukabumi (kota), Cicurug, dan Cibadak. Lalu Pelabuhan Ratu, Jampang Tengah, dan Jampang Kulon. Semuanya resmi menjadi bagian dari kabupaten baru ini (Rilisberita.id, 2025).