Ahmad Mattulada adalah seorang akademisi dan sejarawan. Ia juga budayawan terkemuka di Indonesia. Perjalanan hidupnya mencerminkan sejarah bangsa.Â
Ia lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Tepatnya pada 15 November 1928 (Tirto.id). Ia mengalami banyak peristiwa penting. Mulai dari perjuangan kemerdekaan. Hingga menjadi tokoh intelektual disegani.Â
Pengabdiannya pada pendidikan sangat besar. Juga pada kebudayaan. Khususnya budaya Bugis-Makassar. Warisannya tak lekang oleh waktu.Â
Ia meninggalkan jejak yang abadi. Kisahnya menginspirasi banyak orang. Perjuangannya patut dikenang. Ia adalah sosok yang gigih. Ia punya prinsip yang kuat. Hidupnya didedikasikan untuk kemajuan. Ia adalah teladan bagi generasi muda.
Lolos dari Teror Westerling dan Menggagas Petisi Makassar
Saat itu adalah masa revolusi fisik. Pasukan Depot Speciale Troepen (DST) datang. Mereka di bawah komando Raymond Westerling. Mereka melakukan operasi penumpasan. Lokasinya di Sulawesi Selatan.Â
Mattulada saat itu berusia 18 tahun. Ia nyaris menjadi korban. Ia ditangkap lalu ditahan. Tempatnya di penjara Bulukumba. Pada 7 Januari 1947, hidupnya berubah.Â
Sebuah kunjungan datang untuknya. Dari Kepala Polisi Sulawesi Selatan. Namanya adalah La Tippa. Kunjungan itu menyelamatkan hidupnya (Tirto.id).Â
Puluhan tahun kemudian, ia kembali berjuang. Mattulada menunjukkan keteguhan sikapnya. Perjuangannya kali ini berbeda.Â
Pada 17 Juli 1976, ia bertindak. Ia bersama dua cendekiawan lain. Mereka memprakarsai "Petisi Makassar". Ini bentuk penolakan perubahan nama.Â
Nama Kota Makassar diubah. Menjadi Ujung Pandang. Fakta ini dicatat oleh media. Seperti Tempo dan juga Tirto.id.
Dari Aparat Keamanan ke Dunia Pendidikan
Sebelum dikenal sebagai akademisi, ia punya rekam jejak lain. Mattulada pernah di dunia militer. Juga di kepolisian. Ia bergabung dengan Gerilya Sulawesi Selatan. Atau disingkat GSS. Ini terjadi selama masa revolusi (Historia.ID).Â