Lonjakan 10,52% sektor pertanian Indonesia 2025, apakah benar-benar mencerminkan kemajuan atau sekadar fenomena musiman
Sektor pertanian Indonesia mencatatkan pertumbuhan 10,52% pada kuartal pertama 2025. Angka besar ini menarik perhatian banyak pihak.Â
Namun kita harus bertanya. Apakah angka ini mencerminkan pencapaian struktural jangka panjang? Atau apa ini hanya efek musiman? Efek yang muncul karena faktor cuaca dan kebijakan jangka pendek?
Capaian yang Diperdebatkan?
Pada kuartal pertama 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sektor pertanian Indonesia tumbuh 10,52% yoy. Kontribusinya terhadap PDB nasional mencapai 13,22%.Â
Lonjakan besar ini disebabkan oleh panen raya padi dan jagung, serta serapan beras oleh Bulog. Produksi padi naik hingga 51,45%. Produksi jagung meningkat 39,02%.Â
Di permukaan, angka ini sangat menggembirakan. Namun, apakah ini indikator kemajuan jangka panjang atau hanya fenomena musiman?
Mengutip Achmad Nur Hidayat, ekonom UPN Veteran Jakarta, pertumbuhan ini lebih mirip anomali musiman. "Pertumbuhan 10,52% disebabkan oleh basis perbandingan yang rendah dan cuaca yang normal pasca El Niño," ujarnya.Â
Artinya, meskipun angkanya besar, ini tidak mencerminkan lonjakan struktural berkelanjutan. Ini lebih pada siklus musiman yang dipengaruhi cuaca.
Kebijakan atau Pencitraan?
Dari sudut pandang Political Economy of Agricultural Policy, kebijakan pertanian sering dipengaruhi insentif politik.Â
Intervensi pemerintah, seperti serapan beras oleh Bulog dan cetak sawah baru, lebih sebagai strategi pencitraan politik. Bukannya upaya reformasi struktural yang mendalam.