Danantara sudah sah secara hukum, tetapi operasionalnya tertunda karena regulasi belum final dan investor masih ragu.
Bayangkan ada sebuah perusahaan raksasa dengan aset ribuan triliun rupiah. Kepemimpinan sudah ditunjuk, regulasi hukum sudah diketok, dan janji besar sudah diumbar, yaitu pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Namun, meski semua persiapan ini sudah ada, satu hal masih tertunda, perusahaan ini belum bisa beroperasi.
Inilah yang terjadi dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, atau lebih dikenal dengan Danantara.
Badan ini dirancang sebagai mesin pengelola aset BUMN dengan nilai mencapai Rp 9.000 triliun (sekitar 600 miliar dolar AS), yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi investasi negara dan menarik modal asing maupun domestik.
Danantara sudah memiliki dasar hukum kuat dengan disahkannya Undang-Undang BUMN pada 4 Februari 2025, dan kepemimpinan telah dilantik sejak 22 Oktober 2024.
Namun, hingga kini, operasionalnya masih tertunda. Kenapa? Masalahnya ada pada regulasi pendukung yang belum final.
Jadi, bagaimana kelanjutan proyek besar ini? Seberapa besar dampaknya terhadap ekonomi nasional?
Masih Ada Hambatan Regulasi?
Danantara sudah sah secara hukum, tapi hukum saja tidak cukup. Tanpa aturan teknis yang jelas, badan ini hanya akan menjadi “macan kertas”, terlihat kuat di atas kertas, tetapi tak berdaya dalam praktiknya.
Menurut Republika, hingga kini pemerintah masih menyusun regulasi turunan, yang seharusnya mengatur bagaimana Danantara akan mengelola aset dan beroperasi.