Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Fasilitas Olahraga, Dagangan Kandidat pada Pemuda di Era Pilkades

3 Februari 2021   18:30 Diperbarui: 3 Februari 2021   18:37 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan kepala desa, selanjutnya pilkades, dalam lingkup kebudayaannya yang mafhum telah beberapa kali menjumpai sebuah pola yang sama dalam melalukan aktivitas kampanye dari para kandidat pilkades tersebut.

Masyarakat desa saat ini memang bisa dikatakan sedikit maju dari pada masa sebelumnya, sehingga dalam kontestasi pilkades mereka sudah biasa bermain dengan sebuah janji yang dilontarkan oleh kandidat. Dalam mengkritisi sebuah janji hingga menagih janji pun biasanya terjadi pada masyarakat desa, hanya saja ada tembok penghalang dalam proses kedua tersebut, menagih janji tak semulus para kandidat saat berorasi di depan masyatakat. Seringkali halangan itu datang dari para pemodal yang mendanai para kandidat ketika proses kontestasi berlangsung. Sehingga melupakan atau mencari alibi adalah "pemenuhan janji."  

Janji para kandidat tak ayal dan tak jauh dari soal infrastruktur pedesaan, dimulai dari jalan gang hingga akses menuju sawah sekalipun yang, memang di dalamnya sarat akan kepentingan, baik kepentingan personal atupun komunal. Kemudian, pada janji para kandidat biasanya kita menemukan sebuah 'program manis' yang di kemas dalam retorika yang sedemikian rupa, demi mendulang suara masyarakat. 

Berbeda dengan apa yang di terima oleh kalangan pemuda, pemilih pemula yang biasanya hanya sampai pada penawaran fasilitas olahraga, dari bola volly hingga bola sepak. Namun itu pun hanya berlalu setelah acara duduk melingkar itu selesai. Oleh sebabnya kaula muda hari ini sudah merasakan titik jenuh dalam menanggapi hal demikian, selain sebagai alat 'mesin pencetak suara', anak muda juga hanya di posisikan sebatas pelengkap dalam sebuah hirarki kekuasaan desa. 

Pemuda memang butuh fasilitas olahraga yang memadai namun hal ini tidak serta merta di jadikan sebagai brand ambasador ketika proses pesta demokrasi itu berlangsung. Anak muda hanya butuh sesuatu yang segar, baru, invofatif dan sudah barang tentu bernilai ekonomis. Jika pemuda hanya di cekoki janji dan euforia atas sebuah fasilitas maka bisa di pastikan para kandidat tersebut 'belum melek' akan desa yang sarat akan perubahan sebuah zaman. 

Bagaimana soal ekonomi, bagaimana soal kesehatan dan bagaimana soal pendidikan adalah hal yang seringkali di abaikan dalam masa 'blusukan' para kandidat. Menekan angka urbanisasi dengan menciptakan lapangan kerja adalah hal yang bisa dikatakan urgen pada sebagian besar desa, dimana pun berada. Hal ini tentu erat kaitannya dengan persoalan Indeks Pembangunan Manusia yang pada hal ini adalah pendidikan, dan Wajib Belajar 12 tahun di desa, juga lagi-lagi terabaikan begitu saja. padahal desa idealnya memiliki solusi atas persoalan yang berlarut-larut itu. 

Cukup dimasa lalu saja pemuda kita di ninabobokan dengan 'fasilitas olahraga,' sehingga hari ini para kandidat memiliki visi yang memang visioner  dalam menjawab tatangan zaman. Lebih-lebih era revolusi industri 4.0 telah membuang skat antara desa dan kota, hanya soal geografis, namun tidak soal informasi bahkan ekonominya. 

Cara berpikir kolot sudah semestinya di ganti dengan mengaktualisasikan kebutuhan masyarakat saat ini, terutama pemuda yang memang harus di support dan diberi ruang gerak dalam desa, selain ngomongin fasilitas olahraga yang usang. 

Banyak cara kreatif yang bisa di tempuh oleh para kandidat, asalkan melek media dan melek dunia. Pun dengan memanfaatkan lahan kosong kemudian mejadikannya sebagai kebun produktif bisa di lakukan, bukan di janjikan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun