Mohon tunggu...
Ahnaf Hadwa Dzikriawan
Ahnaf Hadwa Dzikriawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Student at UIN Sunan Ampel Surabaya

Hubungan Internasional UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peluang Implementasi Perdagangan Karbon Bagi Indonesia

30 Juni 2021   14:07 Diperbarui: 30 Juni 2021   23:32 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : dreamstime.com

Iklim dunia secara menyeluruh sedang mengalami perubahan dan perlahan mengalami kerusakan, hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi aktivitas manusia yang mengeksploitasi alam terlalu berlebihan. Perubahan Iklim juga menjadi salah satu variabel penting dalam keamanan lingkungan. Kita semua dapat merasakan adanya perubahan iklim yang ditandai dengan bagaimana sulitnya cuaca ditebak serta sering terjadinya fenomena-fenomena iklim yang cukup ekstrem seperti curah hujan tinggi, kemarau berkepanjangan, angin puting beliung bahkan perubahan iklim dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan berbagai fenomena iklim lainnya. Isu ini membuat para ahli membahas serta berdiskusi bahwa perubahan iklim terjadi karena adanya pemanasan global yang disebabkan karena adanya kenaikan suhu pada atmosfer. Hal tersebut menyebabkan keseimbangan iklim di bumi terganggu dan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang signifikan.

Tentunya pemanasan global sendiri disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi emisi karbon berupa gas rumah kaca pada atmosfer bumi. Gas rumah kaca sendiri adalah bentuk gas dari efek emisi karbon yang menyebabkan panas matahari tertahan di atmosfer. Penulis dapat menyimpulkan bahwa perubahan iklim yang dapat kita rasakan hingga hari ini terjadi karena adanya pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya emisi karbon. Penyebab emisi karbon tentunya dapat kita lihat dan rasakan sehari-hari seperti polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, pembakaran berbagai bahan yang dilakukan oleh industri-industri tertentu serta berbagai penyebab lainnya. 

Jika menyinggung tentang pemanasan global dan meningkatnya konsentrasi emisi karbon maka tentunya dunia internasional tidak tinggal diam mengenai hal tersebut. Dunia internasional menanggapi isu dan mencari solusi dari pemanasan global dengan mengadakan suatu konvensi yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bernama United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Konvensi tersebut di terapkan oleh 195 negara termasuk Indonesia, Indonesia meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 6 tahun 1994. 

Konvensi ini menjadi pemantik utama dirumuskannya Protokol Kyoto pada tahun 1997 (Agus P, 2013). Dalam Protokol Kyoto, negara-negara maju berkewajiban untuk menurunkan emisi gas karbon sebanyak 5 persen. Menurut data statistik dari ucsusa.org Indonesia menempati urutan ke 10 sebagai negara penyumbang emisi gas terbanyak di dunia, namun Indonesia juga melakukan meratifikasi Protokol Kyoto dan menerapkan beberapa aturannya melalui Undang-Undang No. 17 tahun 2004 untuk melaksanakan usaha-usaha untuk mengurangi dan menurunkan emisi gas ke level yang lebih rendah.

Adapun salah satu solusi untuk mengurangi emisi karbon adalah perdagangan karbon. Perdagangan karbon memiliki prinsip ketika pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengurangi emisi nya tidak dapat melakukannya sendiri maka dapat menyuruh pihak lain untuk melakukan kewajiban tersebut dengan mengatasnamakan pihak yang menyuruh. Hal tersebutlah yang membentuk suatu pasar yang dinamakan "pasar karbon". (UNFCC, 2009) Dalam pasar karbon juga terdapat beberapa 6 jenis gas yang dapat diperdagangkan dan tercantum pada Protokol Kyoto yaitu Karbon dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrat Oksida (N20), Hidrofuluorokarbon (HFCs), Prefluorokarbon (PFCs) dan yang terakhir adalah sulfur heksafluorida (SF6).

Menurut data statistik dari Kementrian Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 86,9 juta ha lahan di Indonesia adalah berbentuk hutan (MENLHK, 2020). Hal tersebut memungkinkan Indonesia dapat terjun secara substansial pada pasar karbon internasional. (Ghani N, 2021) Pada awal 2020 sendiri Kementrian Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sudah memiliki rencana akan membentuk mekanisme untuk terjun pada pasar karbon internasional, mekanisme dan aturan tersebut rencananya akan berbentuk peraturan presiden yang mengatur segala bentuk langkah-langkah Indonesia dalam melakukan transaksi karbon di lingkup internasional. Namun yang sangat penulis sayangkan, hingga detik ini hal tersebut masih menjadi wacana dan tak kunjung direalisasikan padahal Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk aktif menjadi salah satu penjual jasa penurunan emisi karbon melalui hutan yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Secara kilas balik sejak tahun 2010, Indonesia memiliki rekam jejak melakukan kerjasama secara bilateral dengan Jepang. Kerjasama tersebut menyangkut sistem Joint Crediting Mechanism (JCM) yang mana masih dalam lingkup salah satu penerapan perdagangan karbon namun secara bilateral. Jepang sebagai negara maju berkomitmen untuk menurunkan konsentrasi emisi gas rumah kacanya dengan target hampir 25%. Jepang melakukan berbagai cara untuk mencapai target tersebut contohnya di sektor dalam negeri Jepang akan melakukan berbagai macam proyek pengurangan emisi yang di dukung oleh pemerintah dan berbagai perusahaan nasionalnya. Selain itu Jepang juga melakukan kerjasama dengan negara berkembang seperti Indonesia melalui sistem JCM untuk mencapai target tersebut demi tercapainya kewajiban sebagai negara maju untuk menurunkan emisi berdasarkan aturan Protokol Kyoto.

 Jika dijabarkan, Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang melalui mekanisme JCM yaitu Indonesia dapat memberikan kredit pengurangan emisi karbon kepada Jepang dan Jepang sendiri menanamkan investasi berupa dana ataupun teknologi kepada Indonesia sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Namun sejak 2013, Indonesia dengan Jepang juga melakukan mekanisme kerjasama Clean Development Mechanism (CDM) yang mana Jepang memberikan berbagai ilmu studi kelayakan kepada Indonesia agar dapat melakukan pembangunan-pembangunan menggunakan mekanisme yang ramah lingkungan dan rendah emisi. Hal tersebut dilakukan dengan timbal balik agar Indonesia memberikan sertifikat penurunan emisi kepada Jepang. Dengan hal tersebut, negara-negara maju dapat mempublikasikan target penurunan mereka melalui sertifikat tersebut. Menurut Data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2015, kerjasama di bidang JCM dan CDM antara Indonesia dan Jepang mencapai US$150 juta atau Rp2,1 Triliun (Ditjen PPI, 2020). Hal tersebut dapat menjadi gambaran positif bahwa pemerintah Indonesia sebenarnya memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan kegiatan perdagangan karbon dengan memanfaatkan dan melindungi hutan yang dimiliki dengan baik (Putu Suka, 2020).

Penulis sendiri menaruh harapan besar kepada pemerintah Indonesia, kiranya untuk segera merealisasikan mekanisme serta aturan untuk berpartisipasi dalam pasar karbon internasional. Tentunya jika Indonesia terjun dalam hal tersebut, maka kegiatan perdagangan karbon akan menjadi salah satu pemasukan negara yang dapat dialokasikan serta menunjang sektor-sektor perusahaan dalam negeri untuk menerapkan serta mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada kesehatan lingkungan serta dapat menunjang pergerakan roda ekonomi nasional dengan benefit Indonesia akan memiliki cakupan hubungan multilateral yang luas. Segala bentuk harapan tersebut jika dapat direalisasikan akan memiliki dampak positif bagi generasi yang akan datang baik dalam sektor lingkungan, ekonomi, dan hubungan internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun