Mohon tunggu...
Ahmad Zainudin
Ahmad Zainudin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Tempat diskusi paling bebas dan aman adalah ruang kelas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyikapi "Logical Fallacy" dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap Peserta Didik

7 April 2019   17:23 Diperbarui: 7 April 2019   17:27 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih jauh lagi dalam aspek penilaian pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik. Alat ukurnya berupa hasil belajar harian, ulangan tengah semester, penugasan, dan penilaian akhir semester. Lagi, liat secara objektif.

Logical fallacy guru terkadang dipengaruhi oleh aspek-aspek subjektifitas sosial dalam mengukur aspek penilaian pengetahuan dan keterampilan. Misal, "siswa A" diberi nilai lebih tinggi karena kedekatannya secara personal dengan guru tersebut. "Anak guru" diberi keistimewaan dalam pemberian keputusan penilaian akhir. Atau memberikan nilai di atas standar karena sikap anak tersebut "Penurut" pendiam dan tidak banyak ulah dikelas.

Ada juga jika seorang siswa dianggap lebih berkompeten dari siswa lainnya, guru cenderung selalu membenarkan setiap argumen yang siswa tersebut paparkan dalam berdiskusi di kelas. Lantas mengabaikan siswa lain dengan cara memotong pendapat mereka.

Isu soal ketimpangan kesetaraan gender juga terjadi dalam penilaian hasil belajar seperti di dalam buku Axel Aubrun dan Joseph Grady berjudul Gender equity in School.

Logical Fallacy nya jika siswa laki-laki cenderung dianggap "kuat", maka dalam penilaian hasil belajar PJOK (Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan) mereka selalu mendapatkan nilai bagus. Sebaliknya, jika siswa perempuan cenderung lebih ke bidang seni dan keterampilan maka wawasan mereka lebih luas dibanding siswa laki-laki.

Parahnya lagi logical fallacy jika seorang guru menilai dari subjektifitas rupa/fisik siswa. Guru laki-laki melihat rupa/fisik siswa perempuan cantik, senyumnya manis, berbadan tinggi, hidung mancung, putih ditambah sering ngobrol lewat sosial media/chat, oke nilainya hampir mendekati angka sempurna 100.

Sebaliknya guru perempuan melihat rupa fisik siswa laki-laki ganteng, macho, badan atletis, suara berat, dan mirip oppa korea oke tanpa siswa tersebut mengerjakan tugas pun nilainya ditembak diatas KKM.     

Isu-isu penilaian hasil belajar yang bersifat logical fallacy sebaiknya dihindarkan oleh pendidik karena jelas mencederai objektifitas nilai akademis. Karena sejatinya penilaian hasil belajar yang digunakan oleh pendidik harus sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik bukan berdasarkan subjektifitas sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun