Mohon tunggu...
Zidan Novanto
Zidan Novanto Mohon Tunggu... Investor

Tulisan tidak mencerminkan tempat penulis bekerja dan tidak mengatasnamakan institusi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Permainan Alat Tukar Era Digital

12 Oktober 2025   17:10 Diperbarui: 12 Oktober 2025   17:10 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pluang.com/blog/resource/tips-investasi-emas-versus-bitcoin

Dulu, uang lahir dari kebutuhan paling nyata: tukar menukar komoditas, bayar kerja keras, dan menjaga keberlangsungan hidup. Sekarang, uang tidak lagi sekadar alat tukar ia telah menjadi sistem permainan global, bergerak bukan karena kerja, tapi karena keyakinan. Nilai tidak selalu lahir dari barang atau tenaga, tapi dari algoritma, jaringan, dan persepsi yang diciptakan manusia sendiri.

Kita dapat mengambil contoh Bitcoin. Ia tak punya bentuk, tak bisa disentuh, bahkan tak ada lembaga yang menjaminnya, tapi kapitalisasi pasarnya telah menembus lebih dari 2 triliun dolar AS pada pertengahan 2025. Nilainya tidak datang dari logam mulia, bukan pula dari hasil bumi, tapi dari kepercayaan kolektif bahwa sesuatu yang berada di blockchain itu berharga. Dunia memperlakukan angka-angka digital seperti emas baru --- padahal yang sesungguhnya terjadi adalah konversi kepercayaan menjadi nilai moneter.

Di Indonesia, ekosistem serupa berkembang pesat. Tahun 2024 saja, nilai transaksi kripto tercatat mendekati Rp650 triliun, menjadikan Indonesia salah satu pasar kripto terbesar di Asia Tenggara. Transaksi itu melibatkan jutaan pengguna, dari investor profesional hingga masyarakat biasa yang mencoba peruntungan di aset digital. Tak heran jika di tengah gejolak ekonomi dunia, uang di negeri ini pun ikut berputar dalam dunia tanpa bentuk.

Sementara itu, pasar saham tetap menjadi panggung perputaran uang yang besar dan cepat. Kapitalisasi Bursa Efek Indonesia pada 2025 mencapai sekitar Rp14 hingga 15 kuadriliun, hampir setara 900 miliar dolar AS. Angka yang luar biasa, tapi di baliknya juga menunjukkan realitas: nilai saham banyak bergerak karena sentimen, bukan semata kinerja nyata perusahaan. Sekali lagi, keyakinan --- atau persepsi --- menjadi bahan bakar utama ekonomi modern.

Namun tidak berhenti di sana. Dunia game menjadi laboratorium ekonomi digital paling menarik saat ini. Game seperti PUBG Mobile telah menghasilkan lebih dari 8 miliar dolar AS sepanjang masa beroperasinya. Pendapatannya bukan dari penjualan game itu sendiri, tapi dari barang-barang virtual yang hanya bisa dilihat di layar: skin, outfit, efek visual, dan segala hal yang membuat pemain "terlihat keren" di mata pemain lain. Tencent, sang pengembang, tidak menjual peluru atau senjata nyata, tapi menjual rasa identitas digital --- dan orang membelinya tanpa ragu.

Lebih jauh lagi, di dunia roleplay seperti GTA RP dan server FiveM, para pemain membeli rumah virtual, bengkel, bahkan bisnis fiktif dengan uang sungguhan. Ada yang menjadi pengusaha sukses di dunia maya, ada yang bekerja sebagai mekanik atau polisi digital, lengkap dengan sistem upahnya. Uang asli berpindah tangan di dunia yang tidak nyata --- namun pengaruh ekonominya benar-benar ada. Inilah bentuk baru kapitalisme digital, di mana batas antara realitas dan simulasi semakin kabur.

Jika dulu uang bergerak dari pasar ke tangan petani, lalu dari buruh ke majikan, kini uang mengalir dari klik ke server, dari algoritma ke dompet digital. Ia tidak lagi membutuhkan wujud fisik untuk berputar. Dunia telah masuk ke babak baru --- babak di mana kepercayaan, data, dan interaksi sosial menjadi sumber nilai ekonomi yang paling kuat.

Yang Bertahan adalah yang Relevan

Dari semua pergeseran ini, satu hal tetap berlaku: yang bertahan bukan yang paling canggih, tapi yang paling relevan. Relevansi adalah bentuk baru dari kelangsungan hidup di era digital --- relevansi dalam fungsi, dalam kepercayaan, dan dalam persepsi publik. Yang relevan adalah yang mampu menghubungkan dunia digital dan nyata; yang bukan hanya menjual produk, tapi menjual makna, identitas, dan pengalaman. Di sinilah uang tidak lagi sekadar angka di layar, tapi simbol dari eksistensi sosial baru. Semakin sesuatu itu dipercaya, semakin tinggi nilainya. Semakin ia bisa membangkitkan perasaan "gue harus punya itu," semakin cepat uang mengalir ke sana. Dan pada akhirnya, di zaman ketika realitas bisa direkayasa dan tren berganti setiap detik, nilai tidak lagi datang dari fungsi, tapi dari bagaimana sesuatu membuat kita merasa.

Manusia kini bisa menaikkan value hanya dari hype, vibe, dan persepsi --- bahwa sesuatu terlihat keren, langka, dan layak dibeli. Itulah mesin baru perputaran uang di era digital: di mana logika sering kalah oleh citra, dan persepsi menjadi mata uang paling berharga di dunia yang semakin maya. Pada akhirnya, uang bukan lagi tentang apa yang berguna, tapi tentang apa yang menjadi trend dan dianggap memiliki value walau hanya bisa dilihat pada layar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun