Mohon tunggu...
Money

Konsep Modal dalam Syariat Islam

16 Maret 2019   22:15 Diperbarui: 17 Maret 2019   12:24 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dapat dilihat dari arti hadist di atas disebutkan bahwa "Allah menjadi pihak ketiga dari dua orang yang besekutu, selama salah satu dari keduanya tidak berkhianat dalam mitranya" dalam hal ini yang dimaksudkan bersekutu adalah bersekutu dalam hal perekonomian dan ditekankan pada penanaman modal di dalam melakukan kegiatan usaha di antara kedua belah pihak, Allah disini menjadi pihak ketiga di antara kedua belah pihak yang memiliki modal dalam kegiatan usahanya, tetapi Allah tidak akan menjadi pihak ketiga diantara kedua belah pihak yang diantara keduanya terdapat salah satu yang berkhianat, yang dimkasud berkhianat disini adalah sebuah kecurangan ataupun segala hal yang dapat merusak kesepakatan modal yang telah dibuat oleh kedua belah pihak.

Lanjutan hadist yang berbunyi "Apabila ia telah berkhianat, maka aku (Allah) keluar dari keduanya" disini telah jelas bahwa Allah tidak akan menjadi pihak ketiga di antara orang-orang yang berkhianat, karena di antara orang-orang yang berkhianat itu terdapat orang-orang yang dirugikan, karena pada dasarnya suatu kegiatan penanaman modal bersama haruslah memperhatikan asas keadilan dari kedua belah pihak. 

Selain itu, disiratkan dalam hadist modal tersebut, bahwa kedua belah pihak yang bekerja sama dalam menanamkan modal untuk memproduktifkan hasil dari sebuah usaha yang dirintisnya bersama haruslah menguntungkan kedua pihak, terlebih lagi kegiatan perekonomian dari kerjasama modal tersebut dapat mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat sekitarnya.

Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital (modal tetap), dan circulacing capital (modal yang bersirkulasi). Fixed capital contohnya gedung-gedung, mesin-mesin, mobil dan lainnya yaitu, benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, eksistensi subtansinya tidak berkurang. Adapun circulat capital itu seperti bahan baku, uang dan lainnya yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang.[ Mustafa Edwin Nasution, et.all, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hlm. 253]

Modal tetap pada umumnya dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (Qarhd). Sedangkan modal sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh), tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu disebabkan karena ijarah (sewa menyewa) dilakukan kepada benda-benda yang memiliki karakteristik substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau secara sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, ia dinikmati oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada siempunya. Uang tidak memiliki sipat seperti itu.

Modal yang masuk pada kategori tetap seperti kendaraan akan mendapatkan pengembalian modal dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang digunakan ijarah dan mendapatkan pengembalian modal dalam bentuk bagian dari laba jika yang digunakan adalah musyarakah.

Hulwati  mengatakan, perbedaan uang dengan modal adalah modal akan tetap kalau disewakan, ketika modal dalam bentuk barang disewakan, maka pemilik dapat keuntungan dari sewa. Ketika masa sewa berakhir barang dikembalikan pada pemilik, tetapi tidak dapat dipinjamkan. Sementara modal dalam uang dapat dipinjamkan tetapi ia tidak dapat disewakan. Ketika seseorang meminjam uang, maka peminjam mesti mengembalikan dalam jumlah yang sama. Kelebihan dalam nilai pokok adalah riba. Karena uang dalam Islam bukan komoditi yang dapat disewa beli dengan kelebihan, maka uang hanya sebagai alat tukar saja, akan tetapi ia dapat memberikan keuntungan kalau dikembangkan dalam bentuk mudharabah. Uang bukanlah komoditi yang mempunyai harga sehingga dapat diperjual belikan. Fungsi uang hanya sebagai media perubahan.[Dra Hulwati, M.Hum., Ph.D, Ekonomi Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2009), hlm. 60]

Dalam suatu kaidah dikatakan:

Setiap yang dimanfaatkan dan barangnya tetap ada bisa disewakan dan apa yang tidak maka tidak bisa disewakan.

Oleh karena itu dalam Islam uang, air, susu, buah-buahan, bahan bangunan, barang yang ditimbang dan ditakar dan lain sebagainya tidak bisa disewakan karena ketika digunakan dan dimanfaatkan ain/dzatnya akan hilang.

Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin Sulaiman, sebagaimana yang dikutip oleh Rustam Effendi[20], adalah sebagai berikut:

  1. Islam mengharamkan penimbunan modal
  2. Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba
  3. Modal harus dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik (dengan cara yang halal misalnya, lihat )
  4. Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan (85 gram emas, pen)
  5. Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros
  • Pembayaran gaji buruh/pekerja harus sesuai dengan ketentuan gajih dalam Islam.[ Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003) him. 63]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun